REPUBLIKA.CO.ID, PALU -- "Aku tak takut gempa, gempa tak sentuh aku".
Lirik ini dilantunkan berulang-ulang oleh anak-anak pengungsi gempa dan tsunami Palu. Di dalam tenda berukuran kurang lebih 3×6 meter, anak-anak diajak bersekolah sambil bermain oleh para relawan yang tergabung dalam posko layanan dukungan psikososial Kementerian Sosial.
Sudah lima hari sejak mengungsi karena gempa dan tsunami, anak-anak itu dipulihkan traumanya atau trauma healing karena bencana. Mereka tampak antusias ketika para relawan mengajaknya bernyanyi dan bermain bersama.
Tak terpancar raut sedih dari anak-anak yang sebagian besar kehilangan tempat tinggal dan beberapa kerabatnya tersebut. Salah satunya, Dea, siswa kelas V sekolah dasar yang tetap ceria menyimak saat relawan bermain kuis tebak kata dari huruf.
"Buku," ujar Dea.
Meskipun sekolahnya ikut rusak akibat gempa, namun ia tetap ceria mengikuti kelas bermain bersama teman-teman pengungsi lain. "Senang main dengan teman," kata Dea.
Supervisor Sakti Pekerja Sosial (Peksos) Kementerian Sosial Republik Indonesia Sulawesi Selatan, Norman Ilmi mengungkap program trauma healing kepada anak anak pengungsi di posko Dinas Sosial Provinsi Sulteng rutin dilakukan pagi dan sore hari.
"Pagi ada, sore ada, ini mereka seperti sekolah sambil bermain," kata Norman.
Sementara, pemerhati anak, Seto Mulyadi yang dalam tiga hari ini melakukan pelatihan kepada relawan dari Layanan Dukungan Psikososial (LDP) dari Kemsos di Palu, mengungkap pentingnya trauma healing kepada anak-anak korban bencana.
Sebab trauma pasca bencana, akan mempengaruhi jiwa tumbuh kembang anak-anak korban gempa.
"Ya susah konsentrasi, susah tidur, kemudian juga emosi negatif, tidak percaya diri, uring-uringan, mudah marah, mungkin berlaku agresif yang mengarah tindakan menyimpang lain," kata Kak Seto.
Karenanya, ia meminta agar trauma healing yang baru terpantau di empat titik posko tersebut diperluas di tempat lain. Sebab, saat ini masa-masa penting untuk tidak menambah trauma bagi anak-anak.
Apalagi, bencana di Palu-Dongggala dan sekitarnya, tidak hanya gempa bumi dan tsunami tetapi juga pergeseran tanah akibat likuifaksi (pencairan tanah).
"Mohon jangan lupakan anak-anak dan lebih cepat lebih baik karena anak-anak ibarat patung lilin yang lentur, mudah penyok segala macem tapi cepat diperbaiki dan cepat sekali. Sementarta masih ada ibu yang masih merenung dan hampa merana, padahal anaknya sudah semangat bangkit sekali, kalau nggak segera diobati ya segera cacat," ujarnya.
Ia juga meminta agar anak-anak dibuatkan sekolah darurat selama sekolah formalnya belum juga pulih. Paling tidak, kata dia, berupa tenda sehingga suasana belajar sambil bermain itu tetap berjalan.