Kamis 04 Oct 2018 13:55 WIB

Polisi Telaah Konstruksi Hukum Kebohongan Ratna Sarumpaet

Polisi masih mengumpulkan barang bukti terkait peran individu lain.

Rep: Arif Satrio Nugroho/ Red: Indira Rezkisari
Ekspresi aktivis kemanusiaan, Ratna Sarumpaet, memberikan keterangan kepada media terkait pemberitaan penganiayaan terhadap dirinya di kediaman Ratna Sarumpaet, di Jakarta, Rabu (3/10).
Foto: Republika/Iman Firmansyah
Ekspresi aktivis kemanusiaan, Ratna Sarumpaet, memberikan keterangan kepada media terkait pemberitaan penganiayaan terhadap dirinya di kediaman Ratna Sarumpaet, di Jakarta, Rabu (3/10).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kepolisian masih mencoba menelaah seperti apa konstruksi kasus dalam penindakan hukum kebohongan aktivis Ratna Sarumpaet. Polisi dituntut menegakkan hukum, baik dari informasi hoaks yang disebarkan maupun kebohongan yang terlontar dalam kasus kebohongan publik yang dilakukan Ratna.

Kepala Divisi Hubungan Masyarakat Polri Inspektur Jenderal Polisi Setyo Wasisto menuturkan, proses penyidikan kasus ini layaknya permainan puzzle. Penyidik masih mengumpulkan barang bukti dan keterangan dari pihak pihak yang terkait dengan Ratna.

"Nah, potongan-potongan gambar ini informasi, keterangan, adalah barang bukti menjadi gambaran utuh nanti kita tahu si A peran apa, si B peran apa, si C peran apa," kata Setyo di Mabes Polri, Jakarta, Kamis (4/10).

Setyo menyebutkan, ada potensi ancaman hukuman dengan Pasal 14 dan 15 UU Nomor 1 Tahun 1946. Menurut Setyo, dengan pasal tersebut, bila Ratna membuat keonaran atau membuat kegaduhan dengan menyebarkan berita hoaks, bisa terancam 10 tahun.

"Atau kita bisa gunakan juga dengan UU ITE kalau dia menyebarluaskan dengan teknologi," ucap dia. Meskipun, Ratna juga belum terbukti menyebarkan kebohongan itu langsung melalui internet.

Meski demikian, penjeratan pasal atas Ratna Sarumpaet maupun pihak-pihak lainnya itu harus melalui telaah yang lengkap. "Makanya, saya bilang tadi dalam satu gambaran yang utuh akan terlihat peran yang bersangkutan," ujar Setyo.

Untuk saat ini, polisi berfokus pada pengejaran pelaku penyebar isu penganiayaan tersebut. Setyo menegaskan, status Ratna Sarumpaet saat ini masih sebagai saksi. "Sebagai saksi, kita lihat dulu konstruksi hukumnya," kata Setyo menegaskan.

Kepolisian melakukan pendalaman terkait kabar dugaan penganiayaan yang dialami Ratna Sarumpaet. Dalam kabar yang beredar, Ratna dipukuli tiga orang tak dikenal di sekitar Bandara Husein Satranegara, Bandung, 21 September 2018, setelah menghadiri konferensi internasional.

Berdasarkan penyelidikan polisi, pada 20 September 2018, Ratna mendaftar ke RS Bina Estetika, Menteng, Jakarta. Lalu, pada 21 September 2018, Ratna teregistrasi hadir di rumah sakit kecantikan tersebut hingga 24 September. Bandara Husein Satranegara juga tidak mencatat manifes penumpang bernama Ratna Sarumpaet.

Lalu, berdasarkan keterangan polisi, 23 rumah sakit di wilayah Ciamis dan sekitarnya menyatakan tidak menangani pasien bernama Ratna Sarumpaet. Kemudian, soal konferensi internasional, polisi juga memastikan tidak ada konferensi internasional pada tanggal Ratna mengaku dipukuli.

Belakangan Ratna pun mengakui bahwa ia berbohong pada sejumlah politikus terkait penganiayaan yang dialaminya. Sejumlah politikus tersebut yang menyampaikan bahwa Ratna dipukuli, di antaranya Prabowo Subianto, Fadli Zon, Sandiaga Uno, Dahnil Anhar, dan belasan lainnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement