Kamis 04 Oct 2018 07:51 WIB

Risiko Hoaks Ratna Sarumpaet

Hoaks Ratna Sarumpaet bisa menimbulkan konflik horisontal

Aktivis Kemanusiaan, Ratna Sarumpaet(tengah) memberikan keterangan kepada media terkait pemberitaan penganiyaan terhadap dirinya di kediaman Ratna Srumpaet, Jakarta, Rabu (3/10).
Foto: Republika/Iman Firmansyah
Aktivis Kemanusiaan, Ratna Sarumpaet(tengah) memberikan keterangan kepada media terkait pemberitaan penganiyaan terhadap dirinya di kediaman Ratna Srumpaet, Jakarta, Rabu (3/10).

REPUBLIKA.CO.ID Oleh: Dian Erik Nuhraheny, Ali Mansur

Penyelenggara Pemilu 2019 meminta seluruh pihak untuk mewaspadai kampanye hoaks, terutama para peserta Pemilu 2019. Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) mengingatkan peserta pemilu untuk menghindari informasi hoaks dalam berkampanye. Terlebih, seluruh peserta pemilu sudah mengikrarkan diri untuk menghindari hoaks maupun kampanye yang sarat politik identitas.

Anggota Bawaslu, Rahmat Bagja, meminta semua informasi sebaiknya diklarifikasi untuk menghindari penyebaran hoaks. "Setiap berita harus dicek dulu kebenarannya," ujar Bagja, Rabu (3/10) malam.

Dengan demikian, seluruh peserta pemilu dan masyarakat terhindar dari kegaduhan akibat informasi yang yang belum jelas benar atau salah. Penyelenggara pemilu berharap pelaksanaan kampanye hingga menjelang pemungutan suara tidak diwarnai kegaduhan, terutama yang sifatnya tidak substansial dengan pemilu itu sendiri.

Pernyataan Bagja ini sekaligus merupakan tanggapan atas insiden kebohongan yang dibuat Ratna Sarumpaet. Akibat pernyataannya yang membohongi publik, Ratna dicopot dari posisinya di Badan Pemenangan Nasional (BPN) Prabowo Subianto-Sandiaga Uno.

Ratna yang sempat mengaku mengalami penganiayaan akhirnya mengungkapkan bahwa dirinya berbohong. Ratna Sarumpaet menggelar jumpa pers membantah dirinya dianiaya.

Komisi Pemilihan Umum (KPU) masih enggan dimintai keterangan terkait informasi hoaks yang dilontarkan Ratna. Saat dihubungi pada Rabu malam, beberapa komisioner tidak memberikan jawaban atau tidak bisa dihubungi. 

"Saya no comment dulu," ungkap Komisioner KPU Ilham Saputra lewat pesan singkat.

Pada saat pelaksanaan deklarasi kampanye damai pada 23 September lalu, Ketua KPU Arief Budiman mengatakan, informasi hoaks termasuk sebagai salah satu strategi pemenangan dalam pemilu. Penyelenggara dan pengawas pemilu mengimbau supaya peserta pemilu menghindari bentuk informasi tersebut. Menurut dia, tren kampanye dan strategi pemenangan bisa bervariasi, termasuk dengan menghujat pihak lawan maupun menyebar berita bohong terkait lawan.

"Kami mendorong dan mengantisipasi supaya yang seperti itu tidak terjadi. Substansi kampanye itu tidak boleh mengandung unsur SARA, tidak boleh saling menghina atau menghujat, dan tidak boleh bertentangan dengan Pancasila," ujarnya.

Koordinator Juru Bicara Badan Pemenangan Nasional (BPN) Prabowo Subianto-Sandiaga Uno, Dahnil Anzar Simanjuntak, mengatakan, BPN sangat menginginkan Pemilu 2019 bebas dari berita bohong. Atas alasan itulah, BPN memutuskan memberhentikan Ratna Sarumpaet dari posisi juru kampanye BPN. 

"Salah satu upaya kami (adalah) memberhentikan Ratna. Kami tegas agar tim kampanye bersih dari orang-orang yang menebar kebohongan," kata Dahnil saat dihubungi melalui sambungan telepon, Rabu (3/10) malam.

Untuk membuat pemilu bebas dari hoaks, BPN juga mendorong kegiatan kampanye dengan rasa sukacita dan tidak mudah berprasangka buruk kepada lawan politik. "Sejak awal, komitmen Prabowo-Sandi memang menghadirkan kampanye yang menggembirakan," katanya.

Dahnil mengatakan, Prabowo sebagai calon presiden telah menunjukkan sikap gentleman dengan meminta maaf secara terbuka kepada rakyat Indonesia. Padahal, kata dia, Prabowo juga merupakan korban dari kebohongan Ratna Sarumpaet. 

"Kalau kemudian kami menjadi korban kebohongan seperti ini, tentu di luar kendali kami," ujar dia.

Wakil Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Ikhsan Abdullah menilai Ratna harus mempertanggungjawabkan perbuatannya menyebarkan hoaks. Ikhsan beranggapan, Ratna telah menebar teror dan radikalisme di jagat media sosial.

Oleh karena itu, menurut dia, Ratna harus berani mempertanggung jawabkan perbuatannya sesuai Pasal 28 ayat 1 Undang-Undang (UU) Informasi dan Transaksi Elektronik dan Pasal 15 UU Nomor 1 Tahun 1946 tentang KUHP. Dia berharap tindakan Ratna dijadikan pelajaran bagi masyarakat agar menjaga etika dan moral, baik di dunia nyata maupun sosial media. 

"Kabar yang dikembangkan Ratna sudah menjadi teror yang membuat fitnah dan keresahan," katanya.

BACA JUGA: Prabowo: Hoaks Ratna Sarumpaet, Saya Bertanggung Jawab

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement