Kamis 04 Oct 2018 03:45 WIB

Dahnil: Ratna Sarumpaet Dipecat Supaya Pemilu Bebas Hoaks

Sejak awal kubu Prabowo-Sandi ingin pemilu yang menggembirakan.

Rep: Deddy Darmawan/Ali Mansur/ Red: Muhammad Hafil
Ekpresi aktivis kemanusiaan, Ratna Sarumpaet memberikan keterangan kepada media terkait pemberitaan penganiyaan terhadap dirinya di kediaman Ratna Srumpaet, Jakarta, Rabu (3/10).
Foto: Republika/Iman Firmansyah
Ekpresi aktivis kemanusiaan, Ratna Sarumpaet memberikan keterangan kepada media terkait pemberitaan penganiyaan terhadap dirinya di kediaman Ratna Srumpaet, Jakarta, Rabu (3/10).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Koordinator Juru Bicara BPN Prabowo-Sandi, Dahnil Anzar Simanjuntak berharap agar pemilihan umum (Pemilu) 2019 bebas dari berita bohong atau hoaks. Salah satu upaya untuk mewujudkannya, Koalisi Indonesia Adil Makmur (KIAM) telah resmi memberhentikan Ratna Serumpaet. Diketahui Ratna telah membuat berita bohong terkait penganiayaan terhadap dirinya.

"Ya, tadi salah satunya upaya kami memberhentikan Ratna kemudian tegas agar tim kampanye bersih dari orang-orang yang kecenderungan kebohongan akan kami tindak," ujar Dahnil saat dihubungi melalui sambungan telepon, Rabu (3/10).

Selain itu untuk membuat pemilu bebas dari hoaks adalah dengan menghadirkan kampanye yang menggembirakan. Juga berkampanye secara positif tidak mudah berprasangka buruk kepada lawan politik. "Karena sejak awal komitmen Prabowo dan bang Sandi itu memang menghadirkan kampanye yang menggembirakan," tambahnya.

Kemudian, lanjut Dahnil, Prabowo sebagai calon presiden itu dengan gentlemen meminta maaf kepada rakyat Indonesia. Meskipun Prabowo sendiri adalah korban adalah korban dari kebohongan Ratna Serumpaet. Bahkan Prabowo dan juga koalisi tidak mentolelir adanya berita bohong. "Kalau kemudian kami menjadi korban kebohongan seperti ini ini kan tentu diluar kendali kami," kata Dahnil. 

Sebelumnya, aktivis Ratna Sarumpaet akhirnya mengakui jika dia tidak mengalami penganiayaan seperti kabar yang beredar. Ratna mengaku, lebam di wajahnya bukan karena dikeroyok, tapi murni akibat menjalani operasi plastik.

"Betul saya ada di dokter hari itu, dan saat saya dijadwalkan pulang, lebam-lebam di wajah saya masih ada. Saya pulang membutuhkan alasan kepada anak saya dan saya jawab dikeroyok," ujar Ratna Sarumpaet, Rabu (3/10).

Ratna berharap apa yang disampaikannya bisa menyanggah kabar yang mengatakan jika dia menjadi korban penganiayaan.

"Saya mohon apa yang saya sampaikan bisa membuat kegaduhan mereda, dan kita bisa saling memaafkan," ucapnya.

Sebelumnya, pihak kepolisian telah mengatakan ada perbedaan informasi soal dugaan pengeroyokan terhadap Ratna Sarumpaet. Berdasarkan penyelidikan polisi, Nico menjelaskan, pada 20 September 2018, Ratna mendaftar ke RS Bina Estetika, Menteng, Jakarta. Lalu, pada 21 September 2018, Ratna teregistrasi hadir di rumah sakit kecantikan tersebut.

Sebelumnya, beredar kabar jika Ratna Sarumpaet dikeroyok tiga orang tak dikenal, di sekitar Bandara Husein Satranegara. Aktivis itu mengaku dikeroyok pada 21 September 2018. Mengenai kabar tersebut, Polda Jabar juga telah melakukan pemeriksaan terkait dugaan pengeroyokan itu.

Bandara Husein Satranegara juga tidak mencatat manifes penumpang bernama Ratna Sarumpaet. Lalu, berdasarkan keterangan polisi, 23 rumah sakit di wilayah Cimahi dan sekitarnya menyatakan tidak menangani pasien bernama Ratna Sarumpaet.

Polisi pun menyatakan masih akan mendalami kejadian tersebut. Menurut Nico, polisi akan mendalami dua aspek, pertama, terkait dugaan penganiayaan yang terjadi, lalu tentang benar tidaknya kabar bahwa Ratna benar-benar dipukuli. "Dua itu masih kami proses," ujar Nico.

Mengenai perbedaan fakta itu, polisi enggan menegaskan bahwa yang disampaikan Ratna adalah bohong. "Silakan disimpulkan sendiri, bisa enggak menyimpulkan, satu orang berada di dua tempat," kata Kepala Divisi Hubungan Masyarakat Polri Inspektur Jenderal Polisi Setyo Wasisto di Mapolda Metro Jaya.

Sebuah dokumen yang mencakup transaksi dengan nomor rekening Ratna, disertai log panggilan nomor pribadi ponsel pribadi juga beredar di internet. Dokumen berformat presentasi itu berstempel Polda Metro Jaya. Namun, Setyo belum membenarkan dokumen tersebut. Ia menolak menjawab saat ditanya terkait tersebarnya data tersebut.

"Tidak tidak," ucapnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement