Rabu 03 Oct 2018 22:23 WIB

ACT: Perumnas Balaroa Belum Terjamah Sukarelawan

Slogan 'Kami Butuh Air dan Makan' bertebaran di wilayah terdampak gempa dan tsunami

Foto udara rumah-rumah warga yang hancur akibat gempa 7,4 pada skala richter (SR) di Perumnas Balaroa, Palu, Sulawesi Tengah, Senin (1/10).
Foto: Hafidz Mubarak/Antara
Foto udara rumah-rumah warga yang hancur akibat gempa 7,4 pada skala richter (SR) di Perumnas Balaroa, Palu, Sulawesi Tengah, Senin (1/10).

REPUBLIKA.CO.ID, MAKASSAR -- Tim sukarelawan dari Aksi Cepat Tanggap (ACT) menyatakan kawasan Perumahan Nasional (Perumnas) Balaroa, Palu Barat, Sulawesi Tengah belum terjamah tim sukarelawan. Bahkan, menurut ACT, bantuan logistik dari para dermawan belum dinikmati warga setempat.

"Memasuki hari keenam pascagempa dan tsunami yang menjadikan Palu dan sekitarnya jadi kota mati, bantuan belum juga dirasakan maksimal oleh warga bahkan cenderung belum ada sama sekali," ujar Sukarelawan ACT Nur Ali Akbar melalui rilisnya yang diterima Antara, di Makassar, Rabu (3/10).

Dia mengatakan, belum masuknya bantuan logistik serta penanganan dari para sukarelawan membuat kawasan perumnas ini seperti kawasan kota mati. Nur Ali menyatakan jika belum masuknya logistik itu kemudian membuat naluri bertahan hidup menjadi alternatif pemantik jiwa daya tahan hidup masyarakat, yang harus terpaksa menjarah gudang dan toko yang ditinggal oleh pemiliknya.

Namun, menurut dia, ada yang lebih memrihatinkan karena evakuasi para korban yang dikabarkan ribuan juga belum rampung. Beberapa titik pusat terparah gempa dan tsunami luput dari perhatian.

"Slogan 'Kami Butuh Air dan Makan' bertebaran di sana-sini. Posko-posko ciptaan warga yang gerah karena bantuan tidak kunjung datang menjamur memenuhi sudut-sudut kota," katanya.

Menurut dia, di Palu bagian barat, di sebuah pemukiman padat warga bernama Perumnas Balaroa, cerita tentang rumah yang rata dengan tanah itu benar adanya. Puluhan kendaraan terkubur massal bersama pemiliknya.

Belum ada bantuan yang berarti hingga saat ini. Hanya ada satu atau dua mayat yang bisa dievakuasi oleh tim rescue ACT MRI. Itu karena dibutuhkan alat berat untuk bisa melakukan penggalian area yang tertimbun.

"Eskavator dan buldozer di lokasi tersebut seolah hanya jadi barang pajangan karena nihilnya BBM dan petugas yang paham area," ucapnya.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement