Rabu 03 Oct 2018 20:17 WIB

Prabowo-Sandi Terseret Pusaran Kebohongan Ratna Sarumpaet

KIK sebut koalisi Prabowo-Sandi memainkan politik viktimisasi yang ketinggalan zaman.

Rep: Arif Satrio Nugroho, Dedy Darmawan Nasution, Umar Mukhtar, Rizkyan Adiyudha, Mabruroh, Rizky Jaramaya/ Red: Ratna Puspita
Ekpresi aktivis kemanusiaan, Ratna Sarumpaet memberikan keterangan kepada media terkait pemberitaan penganiyaan terhadap dirinya di kediaman Ratna Srumpaet, Jakarta, Rabu (3/10).
Foto: Republika/Iman Firmansyah
Ekpresi aktivis kemanusiaan, Ratna Sarumpaet memberikan keterangan kepada media terkait pemberitaan penganiyaan terhadap dirinya di kediaman Ratna Srumpaet, Jakarta, Rabu (3/10).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Aktivis Ratna Sarumpaet mengakui telah berbohong dengan menciptakan hoaks terbaik, yakni dia dianiaya oleh tiga orang di Bandung pada 21 September 2018. Kebohongan Ratna turut menyeret pasangan calon presiden dan calon wakil presiden nomor urut 2, Prabowo Subianto-Sandiaga Uno. 

Pengacara Farhat Abbas melaporkan Prabowo dan Sandi ke Bareskrim Polri, Rabu (3/10). Farhat juga melaporkan sejumlah politikus yang terlibat dalam Badan Pemenangan Nasional Prabowo-Sandi. 

Farhat melaporkan Prabowo lantaran konferensi pers bersama Amien Rais terkait kabar penganiayaan Ratna. Farhat menilai Prabowo telah menggiring opini kasus Ratna adalah kasus pelanggaran HAM.

Farhat melaporkan Sandiaga lantaran pernyataannya soal Ratna yang ketakutan dan trauma. Farhat menyebut Prabowo kurang mempelajari dan tidak teliti, sedangkan Sandi tak memahami kasus itu. 

Politikus lainnya yang dilaporkan, yakni Fadli Zon. "Fadli mengatakan semua pasti ada kaitan dengan politik. Dianiaya karena Jurkam Prabowo. Padahal yang dianiaya tidak ada. Seolah-olah ini rezim diktator," ujar Farhat. 

Mereka dilaporkan atas dugaan pelanggaran tindak pidana ujaran kebencian alias hate speech dan penyebaran berita bohong alias hoaks. Hal ini tercantum dalam Undang Undang 19 tahun 2016 dan Undang Undang nomor 1 tahun 1946. 

Baca Juga: Hasto: KIK akan Tempuh Langkah Hukum Soal Hoaks Ratna

Tindakan Ratna yang berbohong pun langsung menuai respons dari Tim Kampanye Nasional Koalisi Indonesia Kerja (TKN KIK). Wakil Ketua TKN KIK Johnny G Plate menyindir pernyataan para politisi di Koalisi Indonesia Adil Makmur yang memolitisasi kabar penganiayaan Ratna. 

Politikus Partai Nasdem ini menilai koalisi Prabowo-Sandi memainkan cara berpolitik dengan memosisikan sebagai korban. Ia pun menyebutkan gaya berpolitik ini sebagai metode yang sudah usang.

“Politik viktimisasi adalah politik zaman kuno, ketinggalan zaman, out of date. Jangan ngomong milenial saat menggunakan politik zaman kuno," kata di Jakarta, Rabu (3/10).

Menurut Johnny, politik semacam itu telah merusak demokrasi karena informasi didesain ulang, ditafsir ulang dan dikemas kembali untuk menyudutkan pihak lain. Dia mengatakan, metode kampanye itu juga telah merendahkan martabat serta kualitas demokrasi di Indonesia.

photo
Ketua DPP Partai Demokrat Ferdinand Hutahaean.
"Mempermalukan kita semua. Kita semua kecewa, siapapun kecewa, Sandiaga kecewa, semua tim pemenangan Prabowo-Sandi sangat kecewa," kata Ferdinand.

Kepala Divisi Advokasi dan Bantuan Hukum Partai Demokrat Ferdinand Hutahaean menyatakan pengakuan Ratna Sarumpaet mempermalukan Prabowo yang sebelumnya sangat berempati. Ia mengatakan perbuatan Ratna Sarumpaet sangat tidak patut dan tidak layak. “Mempermalukan kita semua," kata dia. 

Ferdinand pun mengaku sangat kecewa. Begitupula dengan partai koalisi yang sebelumnya memberikan dukungan kepada Ratna. “Kita semua kecewa, siapapun kecewa, Sandiaga kecewa, semua tim pemenangan Prabowo-Sandi sangat kecewa," ujar dia. 

Terakhir, Ferdinand meminta agar aparat kepolisian dapat melanjutkan kasus tersebut ke ranah hukum. Hal ini menurutnya sebagai bentuk pembelajaran agar tidak ada lagi yang melakukan dan menyebarkan berita maupun cerita bohong. 

"Ratna Sarumpaet layak menerima hukuman publik, hukuman semua pihak atas kebohongannya yang luar biasa," kata dia.

Ketua DPP Partai Gerindra Ahmad Riza Patria menuntut Ratna mengajukan permintaan maaf kepada Partai Gerindra, terutama kepada Prabowo selaku ketua umum. "Kami minta kepada Bu Ratna supaya menyampaikan detail, minta maaf kepada Partai Gerindra, kepada Pak Prabowo, dan semua yang terkait," ujar Riza.

Riza berharap ke depan peristiwa seperti ini tidak terulang lagi. Sebab, kebohongan tersebut akan menimbulkan konsekuensi besar terhadap publik, masyarakat, hukum, dan penyebaran informasi yang salah atau hoaks.  “Tentu ini menjadi pelajaran bagi kita semua,” kata Riza.

Baca Juga:

Kabar penganiayaan Ratna Sarumpaet beredar melalui foto yang menunjukkan wajahnya lebam di media sosial pada Selasa (2/10) kemarin. Foto wajah lebam Ratna ini mengundang reaksi dari politisi yang tergabung dalam koalisi Prabowo-Sandi. 

Bahkan, Prabowo melakukan konferensi pers mengenai kondisi Ratna. ‘Kronologi’ Ratna dipukuli oleh tiga orang pada 21 September 2018 pun beredar. 

Kepolisian yang melakukan penyelidikan ke 23 rumah sakit, Bandara Husein Sastranegara, dan kantor kepolisian di Bandung mengungkapkan data berbeda. Direktur Reserse Kriminal Umum Polda Metro Jaya Kombes Nico Afinta mengatakan pendalaman kepolisian menujukan Ratna berada di Jakarta, bukan Bandung, pada tanggal tersebut.

Ratna mendaftar ke RS Bina Estetika pada 20 September 2018. Lalu pada 21 September 2018, Ratna teregistrasi hadir di rumah sakit kecantikan tersebut. 

Polisi tidak menyatakan Ratna telah berbohong dan menyerahkan kepada masyarakat untuk memberikan penilaian. Ratna kemudian mengatakan tidak pernah menjadi korban pemukulan pihak manapun. 

Dia melanjutkan, bengkak yang berada diwajahnya berasal dari operasi plastik yang dia jalani. Ratna membenarkan menjalani operasi plastik di rumah sakit di Menteng, Jakarta. 

"Betul, saya ada di dokter hari itu dan saat saya dijadwalkan pulang lebam-lebam di wajah saya masih ada. Saya pulang membutuhkan alasan kepada anak saya dan saya jawab dikeroyok," ucap Ratna.

Ratna mengaku tidak habis pikir jawaban singkatnya itu justru yang membuatnya harus berbohong untuk kesekian kalinya. Bahkan di hadapan Prabowo Subianto, orang yang dia perjuangkan selama ini harus melanjutkan kebohongannya.

"Saya dengan sangat memohon maaf kepada pak Prabowo, terutama Pak Prabowo Subianto yang kemarin dengan tulus membela saya," kata Ratna. 

photo
Infografis Curhat Jokowi Soal Fitnah PKI.

Kepala Divisi Hubungan Masyarakat Polri Inspektur Jenderal Setyo Wasisto mengatakan ada potensi Ratna Sarumpaet menjadi tersangka dalam kasus dugaan penganiayaan yang ternyata merupakan kabar bohong. Setyo menjelaskan, Ratna bisa menjadi tersangka jika terdapat pihak-pihak yang merasa dirugikan atas kebohongan yang dinyatakan Ratna Sarumpaet. 

"Nanti akan dilihat, misalnya Fadli Zon, dia mendapatkan info dari Bu Ratna. Nah, itu bisa dinaikkan statusnya menjadi tersangka juga," kata Setyo di PTIK, yang dijadikan kantor sementara Divhumas Polri, Jakarta, Rabu.

Setyo mengatakan, Ratna bisa terkena KUHP atas kebohongan yang dilakukan dirinya. Kendati demikian, Setyo menuturkan, Ratna akan sulit terjerat dengan UU ITE karena tidak menyampaikan hoaks terkait penganiayaan dirinya ke publik.

Setyo menjelaskan, polisi saat ini masih menangani kasus ini. Untuk saat ini, polisi berfokus pada pengejaran pelaku penyebar isu penganiayaan tersebut. 

Polisi akan memeriksa orang-orang yang menerima informasi dari Ratna Sarumpaet. Setyo menegaskan, status Ratna juga masih sebagai saksi. "Sebagai saksi, kita lihat dulu konstruksi hukumnya," kata Setyo menegaskan.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement