REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly menyebut para narapidana di Palu dan Donggala sengaja dilepas lantaran kondisi keamanan di lembaga pemasyarakatan (lapas) tersebut mengkhawatirkan. Tak sedikit bangunan di lapas yang roboh akibat gempa dan tsunami yang terjadi.
"Kan kondisinya parah banget, roboh. Yang di Donggala karena mereka dikunci para napinya marah karena takut gempa susulan terus-menerus, akhirnya dilepas," jelas Yasonna di Kompleks Istana Presiden, Jakarta, Selasa (2/10) kemarin.
Ia menyebut, penjara saat itu sengaja dibuka lantaran terjadi kepanikan dan kekhawatiran gempa susulan. Akibat bencana itu, lapas pun roboh. Karena itu, untuk alasan kemanusiaan, para narapidana itupun dilepaskan.
Selain itu, kata Yasonna, para narapidana juga mengkhawatirkan kondisi keselamatan keluarganya.
"Jadi kondisinya sangat hectic, panik, mereka khawatir pada keluarganya. Jadi sementara karena alasan kemanusiaan dulu, lapasnya hancur, mau gimana? Tembok roboh, saat gempa susulan mereka khawatir tertimpa reruntuhan," ujar dia.
Kendati demikian, lanjutnya, tak sedikit para narapidana yang kembali melapor kepada pihak lapas. Menurutnya, total narapidana di Lapas Donggala mencapai seribu orang. Sedangkan di Palu, terdapat sekitar 400-600 napi.
"Tapi mereka bagusnya sebagian ada yang melapor. Nanti urusan berikutnya, biar tenang semuanya, nanti bisa dicari lagi. Sekarang unsur keselamatan masing-masing dululah. Sekarang concern mereka sama keluarga banyak yang korban kan," kata Yasonna.
Saat ini pemerintah masih mendata para narapidana yang lepas dari lapas. Selain itu, pemerintah juga tengah menyiapkan tempat baru bagi narapidana. Ia tak ingin para narapidana tersebut di tempatkan di bangunan yang rawan roboh.
Di lapas Kota Palu sendiri, kata Yasonna, masih terdapat sejumlah narapidana. "Sekarang kalau masalah tempat, evakuasi, sementara kita harapkan biar dulu dibuat planning yang rapi soal itu. Jangan nanti asal dimasukkan, gempa lagi, meninggal banyak juga, kita yang jadi urusan," ujarnya.