Selasa 02 Oct 2018 13:34 WIB

Jokowi Minta Perbaikan Alat Pendeteksi Tsunami

alat deteksi tsunami itu seharusnya dipasang di sepanjang kawasan pesisir Indonesia

Berbagai jenis buoy untuk deteksi dini sejumlah gejala alam.
Foto: Wikipedia
Berbagai jenis buoy untuk deteksi dini sejumlah gejala alam.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Presiden Joko Widodo meminta perbaikan alat pendeteksi tsunami yang rusak. Ia pun meminta kesadaran masyarakat untuk menjaga alat tersebut untuk kebaikan bersama.

"Inilah perlunya yang namanya pengamanan alat-alat yang sangat berguna untuk mendeteksi baik gempa baik tsunami, sehingga kita juga memerlukan kesadaran bersama masyarakat," kata Presiden Joko Widodo di lingkungan Istana Kepresidenan Jakarta, Selasa (2/10).

Sebelumnya, Kepala Pusat Data dan Informasi Badan Penanggulangan Nasional (BNPB), Sutopo Purwo Nugroho sempat menyebut pendeteksi tsunami yang disebut buoy itu rusak karena vandalisme dan hilang dicuri sejak 2012. Jokowi pun memerintahkan agar dilakukan perbaikan dan pengawasan terhadap alat-alat tersebut.

"Agar alat-alat seperti itu tidak dirusak atau tidak diambil karena alat ini sangat berguna sekali. Saya perintahkan agar alat ini diperbaiki kemudian diawasi dan dijaga karena itu alat yang sangat penting dalam mendeteksi kejadian yang akan terjadi," tegas Presiden.

Alat yang disebut Sutopo tersebut adalah Deep-Ocean Tsunami Detection Buoys. Perangkat ini digunakan untuk mendeteksi perubahan permukaan air laut. Sutopo mengatakan kondisi tersebut memperlemah mitigasi atau upaya preventif pemerintah mencegah munculnya korban jiwa saat gelombang tsunami menerjang daratan.

Padahal alat deteksi tsunami berteknologi tinggi itu seharusnya dipasang di sepanjang kawasan pesisir Indonesia yang rawan bencana. Indonesia tadinya memiliki 21 buoy. Sebanyak 10 unit pendeteksi itu diberikan pemerintah Jerman senilai sekitar Rp610 miliar. Sementara itu, tiga buoy lainnya didapat Indonesia dari Amerika Serikat dalam sistem Deep Ocean Assessment and Reporting Tsunami (DART).

Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) mengatakan seluruh alat deteksi tsunami tersebut kini tak lagi berfungsi. Anggaran yang terbatas diklaim sebagai salah satu pemicu persoalan itu. Buoy yang pernah terpasang di Indonesia tidak dikelola BMKG melainkan Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT).

Ketiadaan "buoy" mengharuskan BMKG memprediksi potensi tsunami pasca gempa berdasarkan metode permodelan. Artinya, perkiraan tsunami itu dihitung dalam perangkat lunak, berdasarkan pusat kedalaman dan magnitude gempa.

Gempa berkekuatan 7,4 skala Richter  mengguncang Palu dan Donggala, Sulawesi Tengah pada Jumat (28/9) sore mengakibatkan sedikitnya korban tewas 844 jiwa. Sedangkan korban luka berat mencapai 632 orang, hilang 90 orang dan 48.025 jiwa warga yang mengungsi dan tersebar di 103 titik.

Gubernur Sulteng Longki Djanggola sudah menerapkan masa tanggap darurat bencana di provinsi itu selama 14 hari berlaku sejak 28 September hingga 11 Oktober 2018. Daerah yang terdampak meliputi kota Palu, kabupaten Donggala, kabupaten Sigi dan kabupaten Parigi Moutong.

PLN sudah membawa 8 genset untuk disebar di Palu dan Donggala sedangkan untuk kebutuhan BBM, Pertamina sudah menerbangkan 4.000 liter solar dengan pesawat pada Senin (1/10).

Kondisi saat ini, listrik PLN masih padam, BBM masih tersendat, terjadi kebocoran pipa, masih terjadi gempa susulan, jalan rusak, pasar dan toko tutup dan muncul likuifaksi atau lumpur dari bawah tanah dan menghanyutkan bangunan. Sedangkan untuk akses transportasi, pelabuban Pantoloan dan Donggala sudah operasional.

Selain warga setempat, ada juga 114 warga negara asing yang diketahui berada di Palu dan Donggala saat bencana, sebagian dari mereka sudah dievakuasi namun ada juga yang kondisinya belum diketahui.

Polri sudah mencegah penjarahan dengan mendatangkan 1.000 orang pasukan ditambah pasukan TNI sebanyak 1.300 orang ke Palu. Sementara Kementerian Keuangan mencairkan dana RP560 miliar untuk gempa di wilayah Sulawesi Tengah tersebut.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement