Senin 01 Oct 2018 17:46 WIB

Aprindo Cemaskan Keamanan Pemberian Bantuan ke Palu

Kemarin malam terjadi pengambilan barang di 41 titik gerai ritel modern Palu.

Rep: Adinda Pryanka/ Red: Indira Rezkisari
Seorang pria tampak membawa televisi yang diduga dijarah dari sebuah mal di Palu, Sulteng, Ahad (30/9).
Foto: EPA
Seorang pria tampak membawa televisi yang diduga dijarah dari sebuah mal di Palu, Sulteng, Ahad (30/9).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Wakil Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Retail Indonesia (Aprindo) Tutum Rahanta mengatakan, hampir semua anggota asosiasi telah bergerak dalam memberikan bantuan ke korban terdampak gempa dan tsunami di Palu serta Donggala, Sulawesi Tengah, Jumat (28/9). Bantuan dalam berbagai bentuk, dari memenuhi keperluan sembako hingga kebutuhan pakaian.

Tutum menjelaskan, asosiasi tidak melakukan pendataan rinci terhadap bantuan-bantuan tersebut. Sebab, mereka disalurkan melalui program corporate social responsibility (CSR) maupun melalui lembaga terkait seperti Palang Merah Indonesia (PMI). "Datanya di institusi masing-masing," ujarnya ketika dihubungi Republika.co.id, Senin (1/10).

Menurut Tutum, pemberian bantuan yang dilakukan pengusaha ritel juga tidak diinstruksikan melalui asosiasi. Hal tersebut merupakan hak tiap anggota yang juga ditangani secara internal oleh mereka. Aprindo hanya bertugas mendorong agar anggota yang hendak memberikan bantuan bisa dilakukan cepat dan tepat mengingat tingginya kebutuhan di lokasi bencana.

Tapi, untuk bantuan di Palu, Tutum melihat ada sisi lain yang harus diperhatikan. Berkaca dari kasus penjarahan yang terjadi beberapa hari lalu, timbul pertanyaan pada anggota terkait keamanan pemberian bantuan. “Apakah bantuan akan mampu diberikan ke sana atau akankah terjadi masalah. Pertanyaan ini manusiawi muncul pada anggota pascakejadian kemarin,” tuturnya.

Tutum berharap pemerintah turut terlibat dalam mengatasi permasalahan penjarahan. Baik itu untuk mengatasi dampak maupun tindakan pencegahan di kemudian hari. Sebab, kejadian penjarahan ini tentu akan memberikan efek kepada psikologis para pelaku ritel.

Tutum menjelaskan, kejadian penjarahan kemarin juga telah mengganggu kenyamanan masyarakat yang tidak terkena dampak bencana secara langsung. Meski secara ekonomi masih mampu, mereka tidak dapat melaksanakan aktivitas sehari-hari secara normal karena dirundung kecemasan. "Yang harusnya mereka bisa belanja, sekarang jadi tidak bisa karena dijarah. Ini akan memperparah keadaan," ucapnya.

Selain itu, masyarakat ‘bawah’ akan melihat kasus penjarahan ini sebagai suatu perintah. Secara tidak langsung, mereka akan tersugesti bahwa tindakan mengambil barang di toko pascabencana merupakan hal yang dapat dimaklumi. Tutum meminta agar pemerintah dapat segera mengatasi dampak-dampak yang sudah maupun akan timbul nantinya.

Ketua DPP Aprindo Roy N Mandey menyayangkan pernyataan sikap pemerintah melalui Kementerian Dalam Negeri yang memberikan izin bagi masyarakat untuk mengambil barang di toko ritel yang berada di Palu dan Donggala. "Sebab, pernyataan tersebut disampaikan tanpa koordinasi terlebih dahulu dengan para pemilik usaha, manajemen ataupun Aprindo sebagai asosiasi pengusaha toko modern," katanya.

Menurut Roy, sikap pemerintah kontras dengan jasa peritel modern yang turut memberikan kontribusi bagi kemajuan dan laju pertumbuhan ekonomi Indonesia selama ini. Dari catatan Roy, pengambilan barang di gerai ritel modern di Palu sampai Ahad (30/9) malam terjadi di 41 titik. Sebanyak 40 di antaranya merupakan gerai Alfamart dan satu gerai Hypermart.

Sementara itu, Aprindo mencatat kerugian materiil dan non-materiil akibat bencana ini mencapai Rp 450 miliar. Ritel yang terkena di antaranya Ramayana, Matahari, Hypermart dan Alfamidi. Kerugian tersebut meliputi kerusakan bangunan, barang dagangan yang dipajang dan stok barang di gudang.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement