REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo) meminta agar pemerintah terlebih dulu melakukan mitigasi sebelum mengeluarkan kebijakan pelarangan terhadap truk-truk sumbu tiga ke atas beroperasi pada saat Hari Besar Keagamaan Nasional (HBKN). Jika tidak, yang terjadi malah akan menyebabkan ekonomi biaya tinggi karena adanya tambahan biaya logistik.
“Jadi, apapun yang namanya pelarangan itu perlu mitigasi. Ini yang seringkali terlewatkan, buat pelarangan tapi nggak ada mitigasinya. Kita setuju menghindari kemacetan, tapi apa mitigasinya?” ujar Ketua Umum Aprindo, Roy Nicholas Mandey dalam keterangan tertulisnya, Jumat (18/10/2024).
Menurut Roy pemerintah perlu mendeskripsikan dampaknya jika barang-barang yang diangkut truk-truk sumbu tiga ke atas dialihkan ke truk-truk sumbu satu dan dua. "Itu pasti menimbulkan biaya yang lebih besar," katanya.
Roy mencontohkan truk sumbu tiga bisa membawa 25 ton barang dengan satu biaya. Tapi, dengan dilarangnya truk sumbu tiga beroperasi, para pengusaha harus menggantikannya dengan truk sumbu dua dan sumbu satu yang jumlahnya lebih banyak. “Itu kan berarti cost yang dikeluarkan juga akan lebih tinggi,” katanya.
Jadi dalam mengeluarkan kebijakan pelarangan terhadap truk-truk sumbu tiga selama HBKN itu, pemerintah harus memperhitungkan penambahan biaya tersebut. “Nah, di situlah harus ada peran mitigasi dari pemerintah,” ucapnya.
Dengan adanya mitigasi, menurut Roy, pemerintah akan mengetahui dampak yang disebabkan kebijakan pelarangan itu. Kalau beranggapan truk-truk sumbu tiga itu menyebabkan kemacetan saat HBKN, pemerintah juga harus bisa memberikan solusi terhadap penambahan biaya yang disebabkan kebijakan tersebut. "Misalnya, memberikan subsidi terhadap biaya solarnya,” sebutnya.
Roy menegaskan pemerintah bukan hanya melarang sumbu tiga beroperasi saat HBKN. Tapi juga memikirkan konsekuensi dari pemindahan barang-barang dari truk sumbu tiga ke sumbu dua dan sumbu satu yang akan menambah biaya atau harga distribusi logistik.
“Jadi, bagaimana supaya tidak ada perubahan harga yang ujung-ujungnya akan dibebankan kepada konsumen, itu harus ada mitigasi dari pemerintah,” imbuhnya.
Aprindo juga menyarankan agar pemerintah memiliki perangkat untuk memperhitungkan berapa potensi kendaraan yang akan berwisata atau mudik pada setiap hari-hari besar keagamaan. Pemerintah jangan menyamaratakan semua hari besar keagamaan.
"Kan jumlah pemudik saat lebaran, nataru, dan hari-hari besar lainnya itu tidak sama. Paling banyak itu biasanya saat lebaran. Mungkin saat itu saja diberlakukan pelarangan, tapi itu juga waktunya jangan terlalu panjang," katanya menjelaskan.