Ahad 30 Sep 2018 05:00 WIB

'Bunda Rumah Hancur, di Sini Gempa...'

Intan, warga Donggala yang tengah berada di Jakarta mengkhawatirkan nasib keluarganya

Rep: Andrian Saputra/ Red: Bayu Hermawan
Seorang anak melintas di depan rumah yang roboh akibat gempa di Donggala, Sulawesi Tengah, Jumat (28/9).
Foto: Antara//BNPB-Sutopo Purwo
Seorang anak melintas di depan rumah yang roboh akibat gempa di Donggala, Sulawesi Tengah, Jumat (28/9).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Gempa dan tsunami yang melanda wilayah Sulawesi Tengah (Sulteng) pada Jumat (28/9) lalu, menimbulkan kekhawatiran bagi masyarakat yang mempunyai sanak famili dan orang-orang tercinta di Sulteng. Salah satunya adalah Intan, warga Donggala yang tengah berada di Jakarta.

Smartphone Intan berdering beberapa saat setelah mengikuti rangkaian pendidikan kilat yang diselenggarakan Kementerian Dalam Negeri di Jakarta. Jum’at (28/9) sore, warga Palu yang bekerja sebagai pegawai di Pemerintahan Kabupaten Donggala, Sulawesi Tengah itu mendapat telepon dari suaminya di kampung halaman.  Intan yang sudah lima hari berada di Jakarta itu pun bergegas mengangkat telepon dari suaminya itu.

"Bunda rumah hancur, disini gempa," begitu kata Intan saat berbincang dengan Republika di Jakarta pada Sabtu (29/9) malam.

Belum sempat Intan berkata, sambungan telepon dengan suaminya itu pun terputus. Diselimuti kepanikan, Intan bergegas menelepon kembali suaminya itu. Namun berkali-kali ia mencoba tak juga berhasil. Suaminya tak bisa ditelepon balik. Ia pun mencoba menghubungi keluarganya yang tinggal di Perumnas Balaroa, Jalan Seruni Raya, Kota Palu. Hasilnya pun nihil. Orang tuanya di Palu pun tak mengangkat teleponnya.

"Saya terakhir kontak itu dengan suami saya Jumat sore dia telepon saya saat gempa terjadi, dia telepon sambil teriak-teriak. Samapai sekarang tak ada komunikasi, semuanya tak bisa saya telepon, setelah gempa saya lost kontak," kata intan, sambil menangis karena khawatir dengan kondisi keluarganya di Donggala.

Intan memperkirakan saat gempa berkekuatan 7,7 SR itu terjadi, suaminya yakni Nursalim sedang berada di rumahnya di kawasan perumahan BTN Lagarutu, Jalan raya Dayo Dara CPI 5 Blok B nomor 1 kota Palu. Sementara kedua anaknya yakni Galih (11 tahun) dan Dedeh (5 tahun) berada di rumah orang tuanya di Perumnas Seruni. Intan pun begitu mengkhawatirkan keadaan keluarganya itu, terlebih dari informasi yang ia peroleh, wilayah tempat tinggal suaminya dan orang tuanya menjadi lokasi terparah terdampak gempa.

"Saya tahu anak saya setiap pulang sekolah pasti di rumah omanya, dan biasanya jam segitu suami mau jemput anak. Dan terjadi gempa saya tak bisa hubungi mereka," kata Intan.

Intan pun lantas mencoba menghubungi sejumlah instansi terkait dari Kepolisian setempat hingga kontak tim SAR di lokasi yang ia peroleh dari media sosial. Kendati demikian tak bisa dihubungi.  Meski demikian, intan mencoba menghubungi keluarganya yang ada di Makasar untuk meminta bantuan mencari informasi tentang kondisi keluarganya di Palu. Ia pun memanfaatkan jejaring sosial untuk meminta informasi dari teman-temannya di Sulawesi Tengah tentang kondisi terkini. Beberapa temannya menginformasikan lokasi di mana keluarganya tinggal sulit untuk diakses pasca gempa.

Sabtu (29/9) pagi, intan pun langsung mencari penerbangan menuju Palu. Namun tak diperolehnya lantaran ditutupnya akses penerbangan komersil menuju Palu. Seraya berdoa kepada Yang Maha Kuasa, Intan berharap bisa memperoleh informasi keberadaan keluarganya. Dengan dibantu komunitas masyarakat Sulawesi Tengah yang ada di Jakarta rencananya Intan pun ingin mengajukan kepada Pemerintah agar bisa ikut pulang ke Palu dengan tim tanggap darurat yang dikirim Pemerintah ke Palu.

"Saya ingin cepat pulang," ucapnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement