REPUBLIKA.CO.ID, LOMBOK UTARA -- Kepala Dinas Perumahan dan Permukiman Lombok Barat Lalu Winengan mengatakan warga terdampak gempa diberikan kebebasan mutlak dalam model bangunan rumah. Dia mengatakan, rumah instan sederhana sehat (Risha), hanyalah salah satu pilihan yang diberikan pemerintah kepada warga.
"Warga boleh pakai model Risha, atau yang lainnya juga boleh, yang penting tahan gempa. Apa mau pakai kayu dan lainnya tidak apa-apa," ujar Winengan kepada Republika.co.id di Pemenang Barat, Lombok Utara, NTB, Jumat (28/9).
Yang terpenting, Winengan mengatakan, warga harus membentuk kelompok masyarakat (pokmas) sebagai salah satu syarat utama dalam mekanisme pencairan dana bantuan dari pemerintah pusat. Winengan menjelaskan, ada empat unsur pokok yang harus terpenuhi sebelum dana bantuan dicairkan. "Keempat itu adalah adanya kelompok masyarakat, pembimbing masyarakat, tim teknis, dan tim validasi," kata dia.
Pemkab Lombok Barat, lanjutnya, terus melakukan validasi jumlah rumah yang rusak akibat gempa. Hingga Jumat (28/9), dia mengatakan, jumlah rumah warga Lombok Barat yang rusak sebanyak 72 ribu. Terdiri atas sekitar 14 ribu rumah rusak berat, 13 ribu rumah rusak sedang, dan sisanya rusak ringan.
Winengan mengapresiasi bantuan hunian sementara (huntara) yang dibuat para relawan dan lembaga kemanusiaan. Hal ini penting karena warga tidak bisa dibiarkan berlama-lama di dalam tenda, mengingat akan datangnya musim penghujan.
"Tapi kalau bisa bangunnya (huntara) jangan di rumah warga karena nanti kalau bantuan pemerintah turun bisa bangun rumah permanen," ucap Winengan.