Kamis 27 Sep 2018 16:28 WIB

Ketua KPU Usulkan Mahkamah Khusus Sengketa Pemilu

KPU masih dihadapkan pada sengketa yang diajukan partai politik.

Rep: Bayu Adji Prihammanda/ Red: Muhammad Hafil
Ketua KPU, Arief Budiman memberikan sambutan dalam acara rapat pleno terbuka  Rekapitulasi Daftar Pemilih Tetap untuk pemilu 2019 di  Kantor KPU, Jakarta, Rabu (9/5).
Foto: Republika/Iman Firmansyah
Ketua KPU, Arief Budiman memberikan sambutan dalam acara rapat pleno terbuka Rekapitulasi Daftar Pemilih Tetap untuk pemilu 2019 di Kantor KPU, Jakarta, Rabu (9/5).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) Arief Budiman mengusulkan adanya pembuatan mahkamah yang khusus menangani kasus pemilihan umum (pemilu). Pasalnya, pada penyelenggaraan Pemilu 2019, kerja KPU banyak terganggu akibat banyaknya sengketa yang dilakukan.

Menurut dia, sengketa yang diajukan pada KPU bukanlah masalah baru. Namun, banyak putusan mengenai sengketa yang membuat proses penyelenggaraan pemilu terganggu. Karena itu, ia menyebut penyelenggaraan Pemilu 2019 adalah proses yang serba terlambat.

"Pemilu ini bukan darurat tapi terlambat," kata dia di Kantor CSIS, Tanah Abang, Jakarta Pusat, Jakarta (27/9).

Ia menjelaskan, sejak awal KPU menerima Undang-Undang No 7 Tahun 2017 tentang Pemilu dengan terlambat. Belum lagi, KPU masih juga dihadapkan pada sengketa yang diajukan partai politik.

Ia menjelaskan, sengketa tak berhenti hingga di situ. Pada pendaftaran calon sampai 20 September, masih ada keterlambatan putusan Mahkamah Agung (MK) tentang calon DPD disengketakan, juga putusan Mahkamah Agung (MA) mengenai mantan narapidana kasus korupsi menjadi caleg. Dua putusan itu dikeluarkan menjelang dikeluarkan daftar calon tetap (DCT).

"KPU dihadapkan putusan terlambat," kata dia.

Baca juga: Pencekalan Harus Berdasarkan Fakta Bukan Kebencian

Menurut dia, sengketa pemilu tak akan berhenti sampai di situ. Karena itu, ia mengingatkan, penyelenggara pemilu di daerah harus merapikan dokumen lantatan dokumen itu akan jadi alat bukti.

Ia juga mengimbau, hanya penegak hukum yang diberi kewenangan untuk menyelesaikan sengketa. Jika lembaga itu tidak punya kewenangan, kata dia, tidak perlu diselesaikan.

Pasalnya, ada beberapa kasus sengketa pemilu yang justru diajukan ke pengadilan umum. Padahal, tak ada batasan waktu penyelesaian kasus di pengadilan umum. Ia khawatir, akan selalu dicari dalil untuk mengseketakan keputusan KPU.

"Pencari keadilan, sering kali mencari peluang di manapun. Termasuk ke kepolisian dan DKPP, padahal tidak ada hubungannya. Ke depan, sistem penyelesaian sengketa pemilu harus lebih simpel dan harus ada mahkamah khusus untuk penyelesaian sengketa pemilu," kata dia.

Baca juga: Akar Rumput Partai KIK tak Solid Dukung Jokowi-Ma'ruf

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement