REPUBLIKA.CO.ID, LOMBOK -- Prajurit TNI yang tergabung dalam Komando Tugas Gabungan Terpadu (Kogasgabpad) terus melakukan rehabilitasi dan rekonstruksi pascagempa bumi di Lombok, Nusa Tenggara Barat. Sebagai bentuk konkret bantuan kepada warga, TNI mulai membangun satu unit rumah percontohan bernama Rumah Instan Sederhana Sehat (RISHA) pada Sabtu (8/9). Rumah tersebut diberikan kepada Ibu Husniati (40 tahun), warga Dusun Kopang, Desa Mendana, Kecamatan Tanjung, Kabupaten Lombok Utara.
Komandan Batalyon Zeni Konstruksi 13/Karya Etmaka Letkol Aji Sujiwo sebagai pelaksana pembangunan menjelaskan, rumah percontohan tersebut merupakan bantuan swadaya dari Kogasgabpad sebagai salah satu solusi pilihan warga. Pihaknya dalam membangun rumah itu mendapat bantuan dari Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR), berupa bahan atap baja ringan, spandek, dan dinding bata.
Menurut Aji, rumah percontohan tersebut sifatnya hunian sementara (huntara) dengan rangka dinding, plafon dan atap menggunakan baja ringan, serta dinding glassfiber reinforced cement (GRC). Rumah berukuran 6x6 meter itu memiliki dua kamar tidur, serta ruang tamu dan keluarga. “Pengerjaannya tiga sampai empat hari (selesai), selain itu praktis dan ekonomis,” ujarnya kepada Republika belum lama ini.
Kondisi Dusun Kopang, Desa Mendana memang termasuk paling parah terkena guncangan gempa. Diperkirakan hampir 85 persen bangunan di sana roboh. Dampaknya, hampir seluruh bangunan warga roboh. Aji menuturkan, pembangunan huntara menghabiskan biaya tidak lebih Rp 17 juta. “Setelah rumah percontohan ini selesai masyarakat bisa mencontoh dan membangun rumahnya sendiri dengan uang bantuan dari pemerintah,” katanya.
Aji mengatakan, jika masyarakat setuju dengan rumah percontohan tersebut, agar pengerjaannya cepat dan terarah, pihaknya siap membantu dan mendampingi hingga selesai. Hal itu lantaran prajurit Zeni Konstruksi sudah terlatih untuk membuat RISHA. "Mengingat dalam waktu dekat akan datang musim penghujan, yang tentunya itu akan merepotkan warga yang masih tinggal di tenda (kalau rumah belum dibangun),” kata Aji.
Kepala Desa Medana Haji Umar Halid (50) mengatakan, Ibu Husniati sebagai salah satu warganya memang sudah tepat menerima bantuan rumah dari TNI. Menurut dia, Ibu Husniati sudah bertahun-tahun ditinggal pergi suaminya menjadi TKI yang hingga saat ini belum ada kabarnya. “Ibu Husni saat ini tinggal bersama ke dua anaknya yang masih kecil-kecil,” ucap Umar.
Dia pun menyampaikan ucapan terima kasih kepada TNI yang selalu sigap dalam membantu warga mengangkut puing-puing bangunan. Belum lagi, keberadaan TNI ikut membantu mendirikan rumah bagi warganya membuat korban bencana menjadi tidak lagi menderita. "Kami berharap TNI membangun tidak hanya rumah contoh saja, kalau bisa 235 rumah warga yang rumahnya rusak di desa kami bisa dibangunkan oleh TNI. Itu harapan saya,” tutur Umar.
Sementara di Kecamatan Sembalun, Kabupaten Lombok Timur, hingga pekan kemarin, pembangunan RISHA yang akan ditempati masyarakat juga sudah berlangsung. Danramil 1615-10/Sembalun Lettu Inf Abdul Wahab mengatakan, rumah percontohan itu dirancang Kementerian PUPR dan personel TNI yang ikut membangun.
Menurut dia, sebagai wilayah yang rawan gempa, pembangunan RISHA yang disebut rumah antigempa tersebut sangat tepat. “Rumah hunian sementara yang dibangun Kementerian PUPR di wilayah Kecamatan Sembalun baru 38 unit dari rencana 136 unit untuk masyarakat dan semoga sisanya cepat selesai sehingga masyarakat bisa segera menempatinya,” kata Abdul.
Dikonfirmasi terpisah, Kepala Bidang Mekanika, Elektronika, dan Konstruksi Badan Standardisasi Nasional (BSN) Muhammad Nukman Wijaya mengatakan, RISHA itu sebuah model rumah instan sederhana yang menggunakan sistem panel knock down, sehingga pembangunan bisa ringkas dan hemat waktu. "Untuk RISHA belum ada SNI (standar nasional Indonesia)-nya. Namun untuk bahan materialnya sudah ada SNI-nya," ujar Nukman.
Dia pun menyarankan, supaya pembangunan rumah itu tidak hanya mengejar kuantitas dengan waktu yang singkat maka juga harus memperhatikan beberapa elemen pembuatan rumah. "Jadi akan lebih baik apabila pembangunan RISHA bisa menggunakan bahan bangunan ber-SNI," kata Nukman.
Menurut Nukman, sebenarnya pembangunan perumahan di bawah kewenangan PUPR. Pun meski belum ada SNI tentang RISHA, ia meyakini, Kementerian PUPR tentu mempunyai pedoman pembangunan pembangunan rumah tersebut. Hanya saja, pihaknya menyarankan agar instansi terkait berkonsultasi dengan BSN. Pasalnya, BSN memiliki kewenangan mengeluarkan SNI bagi bahan atau elemen pembuatan sebuah rumah.
"Kalau penggunaan baja, semen, dan dan sebagaianya yang tidak menggunakan SNI lebih ke arah kekuatannya yang berkurang sehingga berbahaya. Contoh besi tulangan beton itu kan spesifikasinya tertentu, apabila menggunakan besi banci otomatis kekuatannya berkurang sehingga berbahaya," ujar Nukman.
Karena itu, lanjut Nukman, BSN mendukung penuh pembangunan RISHA di lokasi gempa. Hanya saja, BSN bukan lembaga pengawas sehingga tidak bisa langsung ikut campur. Namun, keterlibatan BSN merupakan keniscayaan demi terwujudnya RISHA dengan kualitas lebih terjaga. "Jika RISHA akan disusun SNI-nya, tentu BSN siap bekerja bersama komite teknis perumus SNI KT 91-01 yang juga melibatkan stakeholder terkait," ucap Nukman.
Dia menambahkan, pemerintah memang perlu untuk menggandeng BSN dalam proyek pendirian RISHA yang rencananya dibangun secara massal di wilayah terkena gempa di Pulau Lombok. Pasalnya, BSN bisa memberikan masukan dan tentang bahan-bahan penyusun rumah yang memerlukan SNI. Sehingga pembangunan RISHA tidak hanya dijamin tahan gempa, melainkan juga lebih awet dan tahan laman.
"Melihat perkembangan iptek (ilmu pengetahuan dan teknologi) dan kebutuhan di lapangan, kita perlu menyusun SNI untuk komponen yang digunakan di pembangunan perumahan dan infrastruktur. Termasuk sistem panel-panel yang digunakan untuk RISHA," kata Nukman.