REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Teknologi modifikasi cuaca masih menjadi andalan untuk mengatasi serta memadamkan kebakaran lahan gambut di sejumlah daerah. Namun, modifikasi cuaca yang sangat tergantung kepada awan menjadi terkendala saat memasuki puncak kemarau dan tidak ada awan.
“Teknologi modifikasi cuaca yang saat ini banyak dilakukan adalah menunggu awan, dikombinasikan dengan teknologi pengaturan air gambut,” kata Kepala Balai Besar Teknologi Modifikasi Cuaca (BBTMC) Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) Tri Handoko Seto di Jakarta, Selasa (18/9).
Di Sumatra Selatan, ia mengatakan, dalam sepekan terakhir awan sulit didapat. Alhasil, ia mengatakan, tidak memungkinkan untuk modifikasi cuaca, akibatnya kebakaran gambut sulit diatasi. "Kami akan berupaya maksimal untuk mengoptimalkan semua awan yang ada," katanya.
Baca Juga:
Saat ini, ada teknologi untuk menciptakan awan yang sudah dibuat oleh Badan Antariksa Amerika Serikat (NASA). Menurut Tri Handoko, BPPT juga melakukan riset tentang teknologi tersebut.
"Memang hitungannya untuk membuat awan itu biayanya sangat tinggi, kendala lain untuk daerah tidak berpegunungan, kalau tidak ada daerah modulasi curam secara teori sulit dilakukan, maka untuk sekarang kami optimalkan awan yang ada," ujar dia.
Untuk membuat awan juga harus menggunakan garam. Biasanya, ini menggunakan air laut dan butuh kekuatan yang cukup besar untuk memaksa uap naik menjadi awan.