Sabtu 15 Sep 2018 14:01 WIB

Perludem dan ICW Dorong KPU Publikasikan Riwayat Bacaleg

Langkah ini membantu masyarakat mengenali caleg yang memiliki rekam jejak bersih.

Rep: Inas Widyanuratikah, Umi Nur Fadhilah/ Red: Ratna Puspita
Pemilu (ilustrasi).
Pemilu (ilustrasi).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA --  Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) dan Indonesia Coruption Watch (ICW) mendorong Komisi Pemilihan Umum (KPU) mempublikasi riwayat dan rekam jejak calon legislatif (caleg) pada pemilih. Kedua lembaga swadaya masyarakat menilai langkah ini untuk membantu masyarakat mengenali caleg yang memiliki rekam jejak bersih.

Hal itu mengomentari putusan Mahkamah Agung (MA) yang mengabulkan permohonan atas gugatan materi Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU) Nomor 20 dan 26 Tahun 2018. MA memutuskan mantan narapidana kasus korupsi diizinkan mencalonkan diri sebagai anggota legislatif.

“KPU perlu pikirkan cara atau mekanisme untuk terbuka dan transparan memberi akses pada riwayat hidup dan rekam jejak calon kepada pemilih, sebaik dan semudah mungkin,” kata Direktur Eksekutif Perludem Titi Anggraini  dalam keterangan tertulis pada wartawan, Sabtu (15/9).

Khususnya, ia menekankan, publikasi yang berkaitan masalah hukum caleg mantan narapidana korupsi, bandar narkoba, dan kejahatan seksual terhadap anak. Menurut dia, usulan Presiden Joko Widodo (Jokowi) memberi “tanda” pada caleg mantan narapidana korupsi harus mulai dipikirkan dan direalisasikan.

“Misalnya diumumkan di pengumuman TPS-TPS di dapil-dapil yang ada mantan napi korupsinya,” ujar dia.

Sementara Peneliti ICW Almas Sjafrina mengatakan hal yang patut ditunggu sekarang ini, yakni publikasi curriculum vitae (CV)  dari caleg-caleg itu sendiri. Ia mengatakan saat ini di laman resmi KPU, ada pilihan secara detail tentang caleg. 

Namun, beberapa caleg masih belum melengkapi data CV ataupun biodata dengan alasan tidak bersedia. Menurut Almas, seharusnya caleg bersedia data dirinya disebarkan karena itu adalah risiko menjadi pejabat publik. 

"Nah yang seperti ini yang mestinya tidak dibenarkan oleh KPU. Kalau mereka sudah mencalonkan diri menjadi pejabat publik, ya mereka harus siap untuk diketahui latar belakangnya oleh publik," kata Almas di Menteng, Jakarta Pusat, Sabtu (15/9). 

Terkejut

Titi mengaku terkejut MA mengabulkan permohonan uji materi itu. Sebab, awalnya Perludem memilki harapan besar, MA akan progresif dan mampu melihat semangat PKPU itu dalam upaya mewujudkan pemilu yang bersih dan antikorupsi. 

Kendati demikian, Titi mengapresiasi KPU yang berupaya maksimal mewujudkan pemilu bersih. Caranya, yakni memastikan caleg mantan napi korupsi tidak dicalonkan oleh parpol.

Sementara itu, Peneliti Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Syamsudin Haris mengatakan, saat ini MA memang telah memutuskan PKPU tersebut bertentangan dengan Undang-undang dan berimbas memperbolehkan mantan napi korupsi untuk mencalonkan diri sebagai caleg. Namun, masyarakat sipil masih memiliki kekuatan untuk tidak memilih mantan koruptor menjadi anggota legislatif.

"Saya kira yang bisa dilakukan adalah oleh civil society, supaya tidak memilih caleg bermasalah. Semuanya kembali kepada masyarakat pemilih," kata dia. 

Sebelumnya, Mahkamah Agung (MA) memutuskan mantan narapidana kasus korupsi diizinkan untuk mencalonkan diri sebagai anggota legislatif. Menurut MA, dua PKPU nomor 20 dan 26 tahun 2018 bertentangan dengan Undang-Undang Nomor 7 dikhawatirkan 2017 tentang Pemilihan Umum.

Putusan tersebut dikhawatirkan akan mempermudah caleg yang pernah tersangkut kasus korupsi untuk terpilih kembali menjadi anggota legislatif dan meningkatkan angka korupsi ke depannya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement