REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Fraksi Partai Nasional Demokrat (Nasdem) Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) DKI Jakarta Bestari Barus mengkritik lambatnya pemberian modal bagi peserta program One Kecamatan One Center of Enterpreneurship (OK OCE). Ia menyarankan Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta menghapus program tersebut apabila tak juga mampu meningkatkan angka pemberian modal bagi para anggota.
"Kalau tahun depan tidak juga menyertakan alokasi permodalan, saya berpegang teguh bahwa ini harus dihapus saja program ini dan di-postpone sampai masa waktu tertentu," kata Bestari di Gedung DPRD, Jalan Kebon Sirih, Jakarta Pusat, Senin (10/9).
Jika program OK OCE masih muncul dalam Kebijakan Umum Anggaran (KUA) 2019, ia akan meminta dana yang diajukan dirasionalkan terlebih dahulu. Rasionalisasi anggaran yang dimaksud bisa berupa penambahan, pengurangan, maupun penghapusan anggaran.
Bestari tak ingin program itu dijalankan dengan terburu-buru. Ia ingin Pemprov DKI Jakarta melakukan kajian yang lebih komprehensif. Setelah itu, program OK OCE bisa diluncurkan kembali dengan konsep yang lebih matang.
Menurut Bestari, program OK OCE menargetkan wirausaha baru selama lima tahun. Artinya, di tahun pertama program ini sudah harus melahirkan 40 ribu pengusaha baru.
Berdasarkan data terbaru dari laman resmi okoce.me, jumlah pendaftar OK OCE telah mencapai 51.346 orang. Sebanyak 45.183 orang berasal dari DKI Jakarta, sisanya berasal dari 34 provinsi lain di Indonesia.
Kendati jumlah pendaftar telah melampaui target, data terbaru menunjukkan jumlah penerima modal baru mencapai 150-an orang. "Ini bagaimana kesiapan dari Pemprov DKI untuk 200 ribu itu selama lima tahun jabatan. Berarti setahun 40 ribu orang, mana? Udah setahun. Apa tahun depan bisa 80 ribu? Terus duitnya dari mana?" tanya Bestari.
Menurut Bestari, Fraksi Nasional Demokrat pernah meminta adanya alokasi anggaran Rp 5 miliar untuk akses permodalan di tiap kecamatan. Total anggaran yang dibutuhkan mencapai Rp 220 miliar. Namun, hingga kini permintaan itu belum mampu diwujudkan.
"Dia jawab iya, iya, iya, tapi enggak dijalanin," ujar Bestari.
Anggaran yang ada justru lebih banyak digunakan untuk menyiapkan ruang di 44 kecamatan. Ia menyebut pengadaan air conditioner (AC) mencapai Rp 10 miliar. Selain itu, ada sebagian dana yang digunakan untuk membayar konsultan dan pendamping, membeli alat tulis kantor (ATK), dan melakukan pelatihan.
Ketua Perkumpulan Gerakan OK OCE (PGO) Faransyah Agung Jaya menyerahkan masalah pengajuan anggaran kepada Gubernur DKI Jakarta Anies Rasyid Baswedan dan satuan kerja perangkat daerah (SKPD) terkait. Pada dasarnya, ia tak khawatir dengan ancaman Bestari tersebut.
Menurut Faran, sebagai sebuah gerakan, OK OCE akan terus berjalan dengan atau tanpa adanya anggaran dari pemerintah. Hal itu telah dibuktikan semasa kampanye Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) 2017. Ia mengklaim gerakan OK OCE memberikan pelatihan kepada 30 ribu orang tanpa anggaran pemerintah.
"Awal mula OK OCE kan gerakan. Didukung atau tidak didukung kan kita tetap jalan," kata Faran ketika dihubungi Republika pada hari yang sama.
Kendati demikian, ia mengakui tanpa adanya dana dari pemerintah, pelatihan yang diberikan 'tak seindah' sekarang. Dana yang ada dapat digunakan untuk memenuhi kebutuhan para peserta pelatihan, mulai dari pengadaan AC, makanan, hingga sertifikat.
Anggaran yang digelontorkan Pemprov DKI membuat gerakan OK OCE bergerak lebih luas dan lebih cepat. Namun, gerakan ini tak akan berhenti apabila kucuran dana itu tak lagi mengalir. Pihaknya akan meminta orang-orang yang terlibat untuk bergerak, baik dengan memberikan pelatihan gratis maupun merelakan tempatnya sebagai lokasi pelatihan.