Rabu 05 Sep 2018 17:55 WIB

Polri Belum ‘Terbuka’ Soal Penangkapan 350 Terduga Teroris

Kendati tak mempublikasikan, polisi menangani kasus terorisme dengan proporsional.

Rep: Arif Satrio Nugroho/ Red: Ratna Puspita
Kadiv Humas Polri Irjen Setyo Wasisto
Foto: Republika/Arif Satrio Nugroho
Kadiv Humas Polri Irjen Setyo Wasisto

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sebanyak 350 terduga teroris telah ditangkap Polri. Namun, Polri tetap belum menyampaikan kejelasan nasib ratusan terduga teroris tersebut.

Kepala Divisi Hubungan Masyarakat Polri Inspektur Jenderal Setyo Wasisto menegaskan, Polri tidak akan menyampaikan kepada publik secara kontinyu tiap penangkapan terduga teroris yang dilakukan. Kendati tidak mempublikasikan, Setyo meyakinkan, kepolisian menangani kasus terorisme secara proporsional. 

Ia juga mengklaim para terduga teroris ditangani dengan semestinya. Setyo mengatakan para terduga teroris itu dilengkapi fasilitas hukum, misalnya kuasa hukum. 

Setyo juga menyatakan, pemberitaan terkait terorisme yang terus digulirkan justru dapat menimbulkan rasa takut di masyarakat. “Jangan sampai menimbulkan masyarakat takut dan resah dengan adanya masalah terorisme kita ekspos terus menerus," kata Setyo di Mabes Polri, Jakarta, Rabu (5/9).

Bahkan, ia berpendapat, pemberitaan bisa saja mengganggu proses pengejaran. "Masalah ini kita tangani secara proporsional tapi tidak meledak-ledak diekspos terus menerus. Justru Kontraproduktif, masyarakat makin takut," kata Setyo menegaskan.

Komisi Nasional Hak Asasi Manusia menuntut Polri untuk tetap mempublikasikan hasil tangkapan ratusan terduga teroris yang ditangkap pascateror Surabaya Mei 2018 lalu dan berlakunya UU nomor 5 tahun 2018 tentang Tindak Pidana Terorisme. Hingga saat ini, Polri hanya kerap menyebutkan angka jumlah terduga teroris yang sudah ditangkap. Terakhir, Polri menyebut sekitar 350 terduga teroris ditangkap. 

"Kalau angka iya dipublikasikan, tetapi kasus kayak begini tidak bisa angka. Kasus ini tidak bisa diujung, dikumpulkan jadi satu, tapi kasus per kasus," ujar Komisioner Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (HAM), Muhammad Choirul Anam di kantornya, Rabu (5/9).

Choirul menekankan, akuntabilitas Polri dalam menangani terorisme selama ini harus dipertanggungjawabkan. Pertanggungjawaban itu dapat diwujudkan dalam pelaporan pada publik terkait informasi hasil penangkapan terorisme dalam setiap kasus. 

Polri juga harus menjelaskan bagaimana dan di mana ratusan terduga teroris tersebut ditahan. Choirul mengakui, dalam operasi penindakan, Polri memang harus tertutup. 

Namun, hasil dari tindakan itu harus dilaporkan. "Dalam konteks tindakan, memang di manapun tertutup, doktrin hukum perang atau TNI itu ada bagian tertentu tertutup, tapi pasca tindakan, bukan berarti akuntabilitasnya, tidak dapat diukur. dalam konteks sipil, misal penggunakan senjata setelah dia gunakan harus ia laporkan," kata dia.

Tanpa ada transparansi yang jelas, menurut Choirul, potensi pelanggaran HAM semakin lebar. Komnas HAM, kata dia, sedang proses menegosiasikan pada Polri agar mau terbuka. 

"Kami sedang menegosiasikan itu sehingga penanganan terorisme itu berapapun itu mau satu mau sepuluh (diungkap), itu akuntabilitasnya," ujarnya menambahkan. 

Baca Juga: BNPT Gandeng Youtubers Cegah Terorisme

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement