Rabu 05 Sep 2018 13:27 WIB

Temuan Kubu Prabowo, 25 Juta Pemilih Ganda, dan Sikap KPU

Total jumlah DPT yang ditetapkan KPU sebanyak 185.732.093 pemilih.

Rep: Ali Mansur, Dian Erika Nugraheny, Deddy Darmawan Nasution, Antara/ Red: Andri Saubani
Komisi Pemilihan Umum (KPU) menggelar Rapat Pleno Terbuka Rekapitulasi Daftar Pemilih Tetap Tingkat Nasional Pemilu 2019 di Kantor Pusat KPU, Menteng, Jakarta Pusat, Rabu (5/9). Total jumlah DPT dalam negeri tercatat sebanyak 185.732.093 pemilih.
Foto: Republika/Dedy D Nasution
Komisi Pemilihan Umum (KPU) menggelar Rapat Pleno Terbuka Rekapitulasi Daftar Pemilih Tetap Tingkat Nasional Pemilu 2019 di Kantor Pusat KPU, Menteng, Jakarta Pusat, Rabu (5/9). Total jumlah DPT dalam negeri tercatat sebanyak 185.732.093 pemilih.

REPUBLIKA.CO.ID, Perwakilan koalisi partai pendukung pasangan calon Prabowo Subianto-Sandiaga Uno menggelar rapat di kawasan SCBD, Jakarta, Senin (3/9). Seusai rapat, mereka sepakat menolak jumlah daftar pemilih tetap (DPT) vdrsi Komisi Pemilihan Umum (KPU).

Sekjen Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Mustafa Kamal mengungkapkan, alasan penolakan DPT Pemilu 2019 itu karena pemilih sementara (DPS) masih ada sejumlah kesalahan. Setidaknya ada 25 juta data ganda dari 137 juta lebih pemilih yang ada di DPS.

"Kami menolak DPT pileg dan pilpres. Karena di beberapa dapil ditemukan beberapa nama, bahkan satu nama bisa tergandakan 11 kali dalam satu TPS," keluh Mustafa, saat ditemui di kawasan SCBD, Jakarta Selatan, Senin (3/9).

Mustafa meminta agar KPU tidak terburu-buru menetapkan DPT. KPU, menurut mereka, seharusnya terlebih dahulu menyerahkan rilis DPT final ke partai koalisi untuk ditelusuri lebih lanjut. Apalagi, di beberapa dapil ditemukan beberapa nama, bahkan satu nama bisa tergandakan 11 kali dalam satu TPS.

"Jadi sebelum ditetapkan oleh KPU, kami ingin itu diserahkan dulu semua data DPS yang sudah di-update. Nantinya kita akan cermati secera bersama-sama," ungkap Mustafa.

Wakil Ketua Umum DPP Partai Gerindra Sufmi Dasco Ahmad mengatakan pemilih ganda berpotensi menghilangkan hak pilih masyarakat. "Bukan hanya khawatir disalahgunakan, tetapi 25 juta itu bisa menghilangkan hak pilih orang yang seharusnya masuk kemudian tidak masuk (daftar pemilih)," kata Dasco di Jakarta, Selasa (4/9).

Dia mengatakan, dalam rapat sekjen parpol koalisi Prabowo-Sandiaga pada Senin (3/9) malam, masing-masing parpol memaparkan terkait daftar pemilih sementara (DPS) yang diperoleh dari KPU lalu dilakukan penyisiran. Dia mengatakan, dari hasil penyisiran ditemukan Nomor Induk Kependudukan (NIK) ganda sehingga disepakati koalisi parpol Prabowo-Sandiaga meminta KPU menunda penetapan DPT yang dijadwalkan Rabu (5/9).

"Kami harap KPU tidak cepat-cepat menetapkan DPT, namun mari bersama-sama memperbaiki dengan menyisir ulang bersama-dama agar DPT menjadi sempurna," ujarnya.

Dasco membantah isu DPT merupakan salah satu strategi kampanye Prabowo-Sandiaga. Sebab, ia mengatakan, kenyataannya masih ditemukan persoalan di dalamnya setelah dibicarakan bersama di internal parpol koalisi.

"Kami menolak DPT pileg dan pilpres. Karena di beberapa dapil ditemukan beberapa nama, bahkan satu nama bisa tergandakan 11 kali dalam satu TPS," Sekjen PKS Mustafa Kamal.

Namun, KPU bergeming. Pada Rabu (5/9), KPU menetapkan total jumlah DPT dalam negeri pada Rapat Pleno Terbuka Rekapitulasi DPT Tingkat Nasional Pemilu 2019 di Kantor Pusat KPU, Menteng, Jakarta Pusat. Total jumlah DPT yang ditetapkan sebanyak 185.732.093 pemilih.

Lebih detail,  jumlah pemilih perempuan sebanyak 92.929.422 pemilih dan laki-laki sebanyak 92.802.671. Adapun, jumlah tempat pemungutan suara (TPS) dari 514 kota/kabupaten seluruh Indonesia mencapai 805.075 TPS.

Ketua KPU Arief Budiman mengatakan, rangkaian kegiatan penghitungan DPT berlangsung secara terbuka dan melalui proses yang panjang. Ia mengatakan, KPU telah melakukan pemutakhiran data beserta perbaikan sistem KPU agar jumlah DPT yang diperoleh valid. Pihaknya juga sudah melakukan rapat koordinasi bersama segenap lembaga negara.

"Jadi penetapan hari ini tidak terjadi secara tiba-tiba karena telah melalui proses yang panjang dan terbuka," kata Arief, Rabu (5/9) pagi.

KPU, kata Arief segera menyampaikan kepada KPU di masing-masing provinsi untuk menjelaskan proses penetapan DPT.  Namun, penetapan DPT belum selesai. KPU meyakini masih ada warga negara yang sudah berhak menjadi pemilih tapi belum terdaftar sebagai DPT.

Selanjutnya, KPU akan menetapkan DPT Tambahan sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku. Masyarakat pun diminta untuk tetap cermat terhadap berbagai data yang diumumkan KPU.

"Kita berharap ada peran aktif dari masyarakat apakah namanya masuk dalam DPT atau tidak. Jika ada beberapa catatan silakan langsung terbuka kepada kita," ujarnya.

Komisioner KPU, Viryan Azis mengatakan, seluruh masalah terkait DPT bisa diselesaikan secara terstruktur dan sistematis. Ia mengungkapkan, seringkali masalah DPT bersumber dari beberapa persoalan teknis.

Sebagai contoh, masalah jumlah DPT sebagian besar terletak pada pemilih baru yang masih menjadi mahasiswa atau menempuh pendidikan di pesantren dimana biasanya mereka tidak dapat pulang ke kampung halaman. Khususnya untuk mengurus kepemilikan KTP elektronik.

"KTP elektronik adalah syarat untuk bisa menjadi pemilih karena ini amanah undang-undang," katanya.

Viryan sebelumnya mengakui, adanya potensi DPT ganda. Namun, dirinya menegaskan jumlah pemilih ganda tidak sebanyak data yang diungkapkan oleh koalisi parpol pendukung Prabowo Subianto-Sandiaga Uno.

"Dengan jumlah diduga 25 juta (data pemilih ganda), kami meyakini tidak sebanyak itu karena proses pemutahiran data pemilih dilakukan secara berjenjang dan melibatkan banyak orang," ujar Viryan, Selasa (4/9).

Viryan menjelaskan, data yang digunakan koalisi parpol pendukung Prabowo-Sandiaga menggunakan tiga elemen data, yakni Nomor Induk Kependudukan (NIK), nama penduduk dan tanggal lahir penduduk. Ketiga elemen ini berasal dari data yang diserahkan oleh KPU kepada parpol peserta Pemilu 2019 pada saat rapat pleno terbuka penetapan daftar pemilih sementara (DPS) pemilu.

Padahal, lanjut Viryan, sebagaimana PKPU nomor 11 Tahun 2018 tentang penyusunan DPR, KPU memberikan NIK ke parpol dalam bentuk yang tidak utuh. Dia menyebut NIK yang diserahkan ke parpol tidak menyebutkan empat angka terkahir (empat angka terakhir diberi tanda bintang).

Karena itu, parpol hanya menerima informasi NIK berupa angka 12 digit saja. Sebagaimana diketahui, NIK secara utuh terdiri dari 16 digit angka.

KPU mengambil kebijakan mengganti empat angka terkahir pada NIK dengan bintang-bintang. Menurut Viryan,  ini terkait dengan kerahasiaan data pribadi masing-masing pemilih.

"Sangat mungkin analisis dilakukan parpol dengan elemen NIK tersebut tidak lengkap karena 4 angka terakhir diganti tanda bintang. Karena 4 angkat terakhir hilang, maka sejumlah NIK memang bisa menjadi sama (yang ditemukan koalisi parpol menjadi ganda). Tapi kalau kemudian jumlahnya sampai ganda 25 juta, Insya Allah tidak (tidak sebanyak itu)," terang dia.

Baca juga:

KTP-elektronik jadi syarat wajib

KPU mengimbau masyarakat untuk segera mendaftarkan diri di kantor pemerintah setempat untuk mengurus KTP-elektronik (KTP-el). Apa pun alasannya, tanpa kepemilikan KTP-el, masyarakat tidak bisa mencoblos pada hari Pemilihan Presiden 2019 mendatang.

“Sekarang yang menjadi persoalan adalah bawah masyarakat harus mulai mendaftar. KTP elektronik itu satu-satunya barang yang bisa buat orang ikut pemilu,” kata Komisioner KPU Ilham Saputra seusai menghadiri rapat dengar pendapat bersama Komisi II di Kompleks Parlemen, Jakarta, Kamis (30/8).

Ia menjelaskan, hingga saat ini belum ada alternatif yang dibuat bagi masyarakat yang tak memiliki KTP-el. Sebab, KPU mengacu kepada Undang-Undang Pemilihan Umum  Nomor 7 Tahun 2017. Menurut Ilham, seandainya pada hari pemilihan ada pemilih yang tidak terdaftar dalam daftar pemilih tetap (DPT), dia tetap bisa memilih dengan syarat ada KTP elektronik.

“Dia nanti masuk dalam kategori pemilih khusus karena tidak terdaftar di DPT. Tapi ya itu, syarat utama KTP-el. Ya, mau bagaimana undang-undang mengatur begitu,” katanya menegaskan.

Komisioner KPU Viryan Azis menjelaskan, fungsi KTP-el untuk memastikan bahwa pemilih yang bersangkutan benar-benar ada. Berkaca dari persoalan Pemilu 2014, isu manipulasi pemilih dan pemilih fiktif santer diperdebatkan. KPU menginginkan persoalan tersebut tidak terulang demi terselenggaranya Pemilu 2019 yang tertib.

Sementara itu, ia melanjutkan, KPU masih melakukan pendataan DPT secara intensif. Validitas data menjadi komitmen KPU dalam penyelenggaraan Pemilu 2019. Viryan menjelaskan, proses pengumpulan DPT bersumber dari dua referensi.

Pertama, basis data DPT Pemilu sebelumnya dan Daftar Penduduk Potensial Pemilih Pemilu (DP4) yang disodorkan oleh pemerintah daerah. Selanjutnya, dua data tersebut diolah dan didatangi secara door to door oleh Panitia Pendaftaran Pemilih (Pantarlih) yang bernaung di bawah KPU. Setelah dicek satu per satu, data kemudian diproses hingga akhirnya menjadi DPT.

photo
Jadwal Pemilu 2019

Seberapa tertarik Kamu untuk membeli mobil listrik?

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement