REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi Pemilihan Umum (KPU) menetapkan total jumlah daftar pemilih tetap (DPT) dalam negeri pada Rapat Pleno Terbuka Rekapitulasi DPT Tingkat Nasional Pemilu 2019 di Kantor Pusat KPU, Menteng, Jakarta Pusat, Rabu (5/9). Total jumlah DPT yang ditetapkan sebanyak 185.732.093 pemilih.
Lebih detail, jumlah pemilih perempuan sebanyak 92.929.422 pemilih dan laki-laki sebanyak 92.802.671. Adapun, jumlah tempat pemungutan suara (TPS) dari 514 kota/kabupaten seluruh Indonesia mencapai 805.075 TPS.
Ketua KPU Arief Budiman mengatakan, rangkaian kegiatan penghitungan DPT berlangsung secara terbuka dan melalui proses yang panjang. Ia mengatakan, KPU telah melakukan pemutakhiran data beserta perbaikan sistem KPU agar jumlah DPT yang diperoleh valid. Pihaknya juga sudah melakukan rapat koordinasi bersama segenap lembaga negara.
"Jadi penetapan hari ini tidak terjadi secara tiba-tiba karena telah melalui proses yang panjang dan terbuka," kata Arief, Rabu (5/9) pagi.
KPU, kata Arief segera menyampaikan kepada KPU di masing-masing provinsi untuk menjelaskan proses penetapan DPT. Namun, penetapan DPT belum selesai. KPU meyakini masih ada warga negara yang sudah berhak menjadi pemilih tapi belum terdaftar sebagai DPT.
Selanjutnya, masih KPU akan menetapkan DPT Tambahan sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku. Masyarakat pun diminta untuk tetap cermat terhadap berbagai data yang diumumkan KPU.
"Kita berharap ada peran aktif dari masyarakat apakah namanya masuk dalam DPT atau tidak. Jika ada beberapa catatan silakan langsung terbuka kepada kita," ujarnya.
Komisioner KPU, Viryan Azis mengatakan, seluruh masalah terkait DPT bisa diselesaikan secara terstruktur dan sistematis. Ia mengungkapkan, seringkali masalah DPT bersumber dari beberapa persoalan teknis.
Sebagai contoh, masalah jumlah DPT sebagian besar terletak pada pemilih baru yang masih menjadi mahasiswa atau menempuh pendidikan di pesantren dimana biasanya mereka tidak dapat pulang ke kampung halaman. Khususnya untuk mengurus kepemilikan KTP elektronik.
"KTP elektronik adalah syarat untuk bisa menjadi pemilih karena ini amanah undang-undang," katanya.
Sebelumnya, koalisi partai pendukung pasangan calon Prabowo Subianto-Sandiaga Uno menegaskan menolak jumlah daftar pemilih tetap (DPT) sebanyak 185 juta lebih pemilih yang telah dirilis oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU). Hal itu disampaikan setelah setelah empat sekjen partai pengusung melakukan pertemuan.
Sekjen Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Mustafa Kamal mengungkapkan, alasan penolakan DPT Pemilu 2019 itu karena pemilih sementara (DPS) masih ada sejumlah kesalahan. Setidaknya ada 25 juta data ganda dari 137 juta lebih pemilih yang ada di DPS.
"Kami menolak DPT pileg dan pilpres. Karena di beberapa dapil ditemukan beberapa nama, bahkan satu nama bisa tergandakan 11 kali dalam satu TPS," keluh Mustafa, saat ditemui di kawasan SCBD, Jakarta Selatan, Senin (3/9).