Rabu 05 Sep 2018 07:10 WIB

Pengamat Nilai Pernyataan Ngabalin Soal Makar Menyesatkan

Tak ada gerakan pemecatan pada 1 Januari 2019 pukul 00.00.

Rep: Umar Mukhtar/ Red: Teguh Firmansyah
Tenaga Ahli Deputi IV Kantor Staf Kepresidenan (KSP) Ali Mochtar Ngabalin,  memberikan tanggapan terkait statment Amien Rais, Selasa (10/7).
Foto: Republika/Debbie Sutrisno
Tenaga Ahli Deputi IV Kantor Staf Kepresidenan (KSP) Ali Mochtar Ngabalin, memberikan tanggapan terkait statment Amien Rais, Selasa (10/7).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pakar Hukum, Politik dan Pemerintahan Universitas Parahyangan Bandung Asep Warlan Yusuf menilai, pernyataan Tenaga Ahli Utama Kantor Staf Kepresidenan Ali Mochtar Ngabalin bahwa gerakan 2019 Ganti Presiden merupakan bentuk makar, itu menyesatkan. Menurut dia, Ngabalin perlu memperhatikan konteks sekarang.

"Setiap pernyataan warga masyarakat itu ada teks dan konteks. Teksnya tagar 2019GantiPresiden, konteksnya itu Pemilu, Pilpres. Jadi lihatnya jangan dari persepsi yang salah. Jadi menyesatkan omongan Ngabalin itu. Konteksnya untuk menjalankan ganti itu melalui pemilu," kata dia kepada Republika.co.id, Selasa (4/9).

Karena itu, Asep mengungkapkan, tidak ada gerakan impeachment dan tak ada juga penurunan presiden secara paksa pada pukul 1 Januari 2019 pukul 00.00. "Itu maaf ya, hemat saya menyesatkan pendapatnya Ngabalin itu. Saya melihatnya, ga ada maksud untuk memberhentikan Presiden. Jadi konteksnya kaitannya dengan Pemilu," ungkap dia.

Baca juga, Ngabalin: #GantiPresiden Itu Gerombolan Pengacau Negara.

Asep melanjutkan, kalau nanti Presiden Joko Widodo terpilih lagi oleh rakyat, semua harus terima karena rakyat menghendaki Jokowi sebagai presiden lagi.

"Kalau dia kalah lagi semua juga harus terima. Dalam demokrasi ini wajar, hemat saya, penguasa dan juru bicaranya, maaf ya, agak berlebihan menanggapi situasi itu," ujar dia.

Asep juga menyatakan tagar 2019 Ganti Presiden merupakan pernyataan politik dari masyarakat. Dengan demikian, penyikapannya harus dengan politik bukan dengan hukum. "Pakai dong cara meng-counter-ya dengan tagar Jokowi 2 Periode, atau lanjutkan, atau tetap Jokowi. Karena itu kan peristiwa politik, jadi jangan dianggap sebagai peristiwa hukum," katanya.

Gerakan tersebut, lanjut Asep, dapat masuk ke ranah hukum bila ada efek, akibat, atau ekses terhadap kebencian, provokasi, maupun hasut. "Jadi deklarasi 2019 Ganti Presiden, orang berpidato, itu kan kebebasan berekspresi, kebebasan menyatakan pendapat," ucap dia.

Menurut Asep, keliru kalau pernyataan politik disikapi dengan hukum, atau sebaliknya, hukum disikapi dengan politik. Sebab, kata dia, masing-masing sudah ada jalur dan prosedurnya. "Apalagi KPU dan Bawaslu ini sudah menyatakan itu bukan kampanye, itu kan artinya benar," tutur dia.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement