REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) menyayangkan semakin maraknya pernikahan dini di Indonesia. Ia mengatakan, saat ini jumlah pasangan yang menikah dini di Indonesia cukup tinggi yakni mencapai 300 pasangan tiap tahunnya.
"Pernikahan dini usia anak di Indonesia saat ini cukup tinggi yakni mencapai 300 ribu pasangan setiap tahunnya. Kondisi itu kalau dibiarkan oleh orang tua, pemerintah, dan masyarakat tentu akan membahayakan bagi tumbuh kembang anak," kata Komisioner KPAI, Jasra Putra, melalui keterangan resmi, Selasa (4/9).
Baru-baru ini masyarakat dihebohkan dengan pernikahan dini antara anak laki-laki berinisial RS yang baru lulus SD dengan siswi SMK di Bantaeng, Sulawesi Selatan. Keduanya menikah setelah sebelumnya menjalin hubungan sebagai sepasang kekasih.
Jasra menilai, adanya pernikahan dini tersebut menunjukkan ketidakhadiran negara untuk mencegah pernikahan dini. Padahal, Jasra mengatakan, dampak buruk bagi anak menikah usia dini sudah terlihat, di antaranya tidak melanjutkan pendidikan ke jenjang lebih tinggi alias putus sekolah.
Ia mengatakan, secara psikologis, anak-anak yang menikah dini tersebut akan menanggung beban berat yang seharusnya tidak dialami oleh anak seusianya. Kesiapan mengandung dan mengasuh anak dalam usia tersebut juga akan menjadi kendala.
Pada akhirnya, dalam kondisi semacam itu, anak mengasuh anak akan terjadi dalam keluarga. Oleh karena itu, fungsi-fungsi keluarga seperti fungsi ekonomi, sosial, agama, dan budaya tidak bisa diharapkan dari pasangan yang menikah pada saat mereka masih berusia belia.
"Sangat disesalkan kejadian ini terus berulang, padahal keluarga ini memiliki ikatan keluarga yang seharusnya bisa dicegah kedua pasangan ini untuk menunda pernikahan sampai mereka dewasa dan melewati masa anak-anak," ujarnya.