REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kepolisian menyatakan akan memperbolehkan tanda pagar (tagar) atau hashtag mendukung atau kontra presiden. Dengan catatan, tidak ada pihak yang mempermasalahkan tagar tersebut.
"Prinsipnya begini, sepanjang tidak ada yang protes, ya, silakan. Kalau ada yang protes, satu orang saja, ya, polisi harus turun tangan untuk menangani," ujar Kepala Divisi Hubungan Masyarakat Polri Inspektur Jenderal Setyo Wasisto di Mabes Polri, Jakarta, Senin (3/9).
Setyo menegaskan tagar yang dimaksud ini, baik #2019GantiPresiden maupun #2019TetapJokowi. Bahkan, jika nantinya ada tagar apa pun yang melibatkan massa dalam jumlah banyak. "Apa pun gerakannya itu," ujar Setyo menegaskan.
Polemik tagar ini menyeruak setelah adanya penolakan deklarasi #2019GantiPresiden di Pekanbaru dan Surabaya. Polri pun menyampaikan penyampaian pendapat di muka umum dilindungi undang-undang asalkan tidak mengesampingkan lima faktor.
Baca Juga: Jokowi: Kebebasan Berkumpul-Berpendapat Ada Aturannya
Pertama, dalam menyampaikan pendapat di muka umum berkewajiban dan bertanggung jawab untuk menghormati hak dan kebebasan orang lain. Kedua, menghormati aturan-aturan moral yang diakui umum.
Ketiga, menaati hukum dan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Keempat, menjaga dan menghornati keamanan dan ketertiban umum. Kelima, menjaga keutuhan persatuan dan kesatuan bangsa.
Polri juga menegaskan memiliki wewenang untuk melakukan assessment untuk menganalisis potensi pelanggaran lima faktor tersebut. Dengan begitu, bila dianggap berpotensi melanggar lima faktor itu, Polri menyatakan memiliki wewenang untuk membubarkan.