REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Jaksa Agung HM Prasetyo mengapresiasi Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang melakukan operasi tangkap tangan pada sejumlah hakim di Medan. Hal tersebut, kata Prasetyo, merupakan bentuk sinergitas penegakan hukum antarlembaga penegakan hukum.
"Kami berikan apresiasi kepada KPK, ini adalah bukti sinergitas bahwa penegak hukum yang ada," ujar Prasetyo di Kejaksaan Agung, Jakarta, Jumat (31/8).
Kejaksaan saat ini, kata Prasetyo sedang menangani perampokan aset negara berupa lahan 160 hektare tanah milik PTPN II. Selanjutnya, lanjut dia, kasus tersebut akan diimpahkan ke pengadilan."Nah, di situ nampaknya KPK mengawal apa yang sedang kita lakukan dan sedang kita proses itu, hasilnya seperti itulah," ujar Prasetyo.
"Jadi ada hakim yang ditangkap karena OTT itu, secara kelembagaan tolong dicatat kita prihatin tentunya semuanya tidak menginginkan seperti itu, tetapi itulah faktanya. Kita harapkan ke depan proses penegakan hukum bisa lebih baik," kata dua menjelaskan.
Secara umum, Prasetyo menyatakan Kejaksaan Agung prihatin secara institusi. Ia berharap, jaksa, hakim, dan polisi semuanya semakin baik dalam menegakkan secara baik, objektif, dan transparan serta profesional.
KPK pada Selasa (28/8) melakukan Operasi Tangkap Tangan di Kota Medan yaitu terhadap Tamin Sukardi selaku pemilik PT Erni Putra Terari, staf Tamin bernama Sudarni, panitera pengganti PN Medan Helpandi, hakim ad hoc Pengadilan Tipikir Medan Merry Purba, Wakil Ketua PM Medan yang bertindak sebagai ketua majelis Wahyu Prasetyo Wibowo, Ketua PN Medan Marsuddin Nainggolan, hakim PN Medan Sontan Merauke Sinaga dan panitera pengganti PN Medan Oloan Sirait.
Namun, KPK hanya menetapkan empat orang tersangka dalam kasus tersebut yaitu sebagai tersangka penerima adalah hakim ad hoc Tipikor Merry Purba dan panitera pengganti Helpandi sedangkan tersangka pemberi suap adalah Tamin Sukardi dan orang kepercayaan Tamin bernama Hadi Setiawan.
KPK sudah menahan Merry Purba, Helpandi dan Tamin, tapi Hadi Setiawan belum ditemukan. Merry Purba diduga menerima senilai total 280 ribu dolar Singapura (sekitar Rp 3 miliar) dari pemilik PT Erni Putra Terari Tamin Sukardi terkait dengan perkara korupsi yang dilakukan Tamin yaitu korupsi lahan bekas hak guna usaha (HGU) PT Perkebunan Nusantara (PTPN) II.
Tamin menjual 74 hektare dari 126 hektar tanah negara bekas HGU PTPN II kepada PT Agung Cemara Realty (ACR) sebesar Rp 236,2 miliar dan baru dibayar Rp 132,4 miliar. Berdasarkan putusan yang dibacakan 27 Agustus 2018, Tamin dihukum 6 tahun penjara ditambah denda Rp 500 juta subsider enam bulan kurungan dan uang pengganti Rp 132 miliar. Vonis itu lebih ringan dibanding tuntutan jaksa yang meminta Tamin divonis 10 tahun pidana penjara dan denda Rp 500 juta subsider enam bulan kurungan dan uang pengganti Rp 132 miliar.
KPK mengidentifikasi penggunaan sandi dan kode "pohon" berarti uang dan kode nama hakim seperti "ratu kecantikan". Merry dalam komunikasinya diketahui mendukung penuh permintaan Tamin untuk pengurangan hukuman.
Terkait dengan status hakim lainnya yaitu Ketua PN Medan Marsuddin Nainggolan dan Wakil Ketua PM Medan yang bertindak sebagai ketua majelis Wahyu Prasetyo Wibowo yang juga diamankan oleh KPK, keduanya sudah dilepaskan oleh KPK sejak Rabu (29/8).