REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Gubernur Aceh Irwandi Yusuf mengaku telah menyerahkan uang Rp 39 juta kepada rekening penitipan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Meskipun sudah mengembalikan, dirinya mengaku tidak mengetahui asal-usul uang tersebut. Uang Rp 39 juta itu tiba-tiba dikirim ke rekening bank miliknya.
"Sudah saya serahkan Rp 39 juta, tiba-tiba itu singgah di rekening saya. Saya tidak tahu dari mana," ujar Irwandi di Gedung KPK Jakarta, Jumat (31/8).
KPK sebelumnya menemukan indikasi bancakan yang dilakukan oleh Irwandi dan oknum pejabat di Aceh, baik tingkat provinsi maupun kabupaten/kota terhadap DOK Aceh tahun anggaran 2018. Lembaga antirasuah itu juga telah menahan Gubernur Aceh non aktif Irwandi Yusuf dan ajudannya Hendri Yuzal, Bupati Bener Meriah non aktif Ahmadi serta seorang pengusaha T Saiful Bahri.
Dari temuan awal, KPK menduga setiap anggaran untuk proyek yang dibiaya dari DOK Aceh dipotong 10 persen, 8 persen untuk pejabat di tingkat provinsi, dan 2 persen di tingkat kabupaten/kota. Pada tahun ini, Aceh mendapat alokasi Dana Otsus sebesar Rp 8,03 triliun.
Pemberian dana otsus ini tertuang dalam UU Nomor 15 Tahun 2017 tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Tahun Anggaran 2018. KPK menjerat Irwandi, Hendri dan Syaiful sebagai penerima suap dengan Pasal 12 huruf a atau b atau Pasal 11 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP. Sedangkan, Ahmadi sebagai pemberi dikenakan Pasal 5 ayat 1 huruf a atau b atau Pasal 13 Undang-Undang Pemberantasan Tidak pidana korupsi.
Peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW) Donal Fariz menuturkan kasus korupsi yang menjerat Gubernur Aceh Irwandi Yusuf dan Bupati Bener Meriah Ahmadi menunjukkan bahwa dana otonomi khusus (otsus) kerap diselewengkan. Bahkan, dia mengaku ICW sering menerima laporan soal penyelewengan dana Otsus.
"Kami sudah cukup sering menerima informasi masyarakat terkait dana Otsus yang diselewengkan. Jadi enggak hanya di Aceh, di Papua juga. Jadi (kasus di Aceh) ini menunjukkan bahwa dugaan (adanya penyelewengan di dana otsus) itu memang ada," kata Donal, Kamis (5/7).
Menurut Donal, pola penyelewengan dana Otsus ini tidak berbeda dengan pola penyelewengan dana APBD. Dalam pola ini, misalnya berupa permintaan uang commitment fee pada tiap proyek, suap-menyuap terkait perizinan, maupun mark up di pengadaan barang dan jasa.