Selasa 28 Aug 2018 12:02 WIB

Pembatasan Operasi Katarak oleh BPJS Suatu Kemunduran

Pembatasan operasi katarak kontraproduktif dengan program vision 2020.

Rep: Neni Ridarineni/ Red: Gita Amanda
Dua pasien selesai melakukan operasi katarak.
Foto: Antara/Akbar Tado
Dua pasien selesai melakukan operasi katarak.

REPUBLIKA.CO.ID, YOGYAKARTA -- Saat ini Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan begitu intens membatasi jumlah operasi dengan metode phacoemulsifikasi. BPJS hanya hanya membayar klaim tagihan dengan metode operasi SICS dan EECE meskipun sebenarnya pada pasien operasi katarak dengan metode phacoemulsifikasi.

"Tentu saja hal ini suatu kemunduran karena teknik operasi phacoemulsifikasi adalah teknik operasi terkini dengan luka bekas operasi yang lebih kecil. Bahkan tanpa jahitan. Sehingga penyembuhan luka serta pulih penglihatannya lebih cepat dibandingkan  dengan ECCE dan SICS," kata Ketua Perdami (Perhimpunan Dokter Mata Indonesia) Cabang DIY  Purjanto Tepo Utomo di RSUP Dr Sardjito Yogyakarta, baru-baru ini.

Menurut Tepo, panggilan akrab Purjanto Tepo Utomo, beberapa rumah sakit di DIY memiliki kuota pembatasan jumlah operasi katarak yang ditentukan oleh BPJS kesehatan. Pembatasan operasi katarak tentu saja akan  menurunkan kualitas pelayanan.

"Karena membatasi masyarakat untuk memperoleh layanan operasi katarak, serta menurunkan kuantitas operasi. Sehingga cita-cita untuk menghilangkan kebutaan karena katarak terhalangi" ungkapnya.

Di samping itu, lanjutnya, pembatasan jumlah operasi katarak kontraproduktif dengan program global dan nasional Vision 2020 yaitu hak seluruh rakyat untuk mendapatkan penglihatan yang baik. Padahal di Indonesia program Vision 2020 telah dicanangkan pada 15 Februari 2000 oleh Megawati Sukarno Putri yang saat itu menjadi Wakil Presiden.

Di bagian lain Tepo mengungkapkan, sejauh ini jumlah operasi katarak yang seluruh anggota Perdami DIY tahun 2017 sebanyak 9.600 mata. Padahal kebutuhan operasi katarak di DIY adalah 136 ribu mata. Ini dikarenakan angka kebutaan karena katarak di DIY dua persen atau 68 ribu penderita katarak dan jika dikalikan dua mata menjadi 136 ribu mata.

Dengan demikian, kata Tepo menambahkan, terjadi  backlog yakni masih ada 126 ribu mata lagi yang perlu dioperasi per tahun. Padahal setiap tahun akan muncul penderita katarak baru. Dengan adanya pembatasan dikhawatirkan akan semakin banyak penderita yang tidak mendapatkan penanganan operasi katarak.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement