REPUBLIKA.CO.ID, LAMONGAN -- Upacara peringatan Hari Ulang Tahun (HUT) Republik Indonesia (RI) ke-73 diyakini sebagai sarana efektif untuk menguatkan nasionalisme, khususnya untuk mantan narapidana terorisme (napiter) dan keluarganya.
Hal itulah yang menjadi dasar digelarnya peringatan HUT RI ke-73 di dua tempat yang menjadi tempat pembinaan mantan dan keluarga napiter. Kedua tempat itu adalah Pondok Pesantren Al Hidayah di desa Sei Mencirim, Kecamatan Kutalimbaru, Deliserdang, Sumatera Utara (Sumut) dan di Alun-alun Kabupaten Lamongan, Jawa Timur.
Di Ponpes Al Hidayah pimpinan mantan teroris Ustad Khairul Ghazali, peringatan HUT RI-73 dilakukan secara sederhana tapi penuh khidmat. Seluruh petugas upacara adalah para santri yang notabene dalah anak-anak mantan kombatan, mulai komandan upacara, pengerek bendera merah putih, dan pembaca UUD 1945. Tidak hanya hanya upacara, anak-anak mantan kombatan itu, juga memeriahkan acara dengan menggelar drama kolosal tentang peristiwa heroik 10 November saat Bung Tomo dan arek-arek Surabaya berjuang hidup mati mengusir penjajah.
Drama kolosal meski digelar secara sederhana, namun pertunjukkan itu mengundang haru dan simpatik dari para undangan yang hadir, termasuk Direktur Deradikalisasi BNPT Prof Dr Irfan Idris dan Direktur Perlindungan BNPT Brigjen Pol Herwan Chaidir. Setelah upacara bendera, para santri itu mengikuti berbagai lomba 17-an seperti balap karung, makan kerupuk, dan panjat pinang.
Sementara di Lamongan, mantan kombatan yang tergabung di Yayasan Lingkar Perdamaian, bergabung dengan menjadi satu barisan dalam upacara bendera peringatan HUT RI ke-73 di Alun-Alun Kabupaten Lamongan, Jawa Timur. Sekitar 30 mantan kombatan dipimpin Ali Fauzi Manzi tampak khidmat mengikuti upacara tersebut dari awal hingga akhir. DI akhir upacara, Ali Fauzi yang notabene adik kandung Amrozi, pelaku tom Bali 1, membaca ikrar setia NKRI.
Direktur Deradikalisasi BNPT Prof Irfan Idris mengatakan, upacara peringatan HUT RI ke-73 oleh mantan napiter dan keluarganya sangat efektif untuk meningkatkan semangat nasiolisme para mantan napiter dan keluarganya. Ia bahkan tidak menyangka para santri di Ponpes Al Hidayah bisa menampilkan pertunjukkan kolosal dengan sangat baik, meski dengan seting dan peralatan sederhana.
“Saya tidak menyangka mereka bisa berakting dan menjiwai sebagai Bung Tomo, Bung Karno, Bung Hatta, dengan sangat baik. Ini harus kita pelihara dengan terus mengobarkan NKRI dan Pancasila sebagai ideologi negara. Makanya tiap tahun Kepala BNPT memerintahkan saya untuk melaksanakan upacara HUT RI di dua tempat di Sei Mencirim, Deliserdang dan Lamongan. Tujuannya untuk meningkatkan semangat nasionalisme dan bagian dari deradikalisasi yang pada intinya diangkat dari pembinaan, pembinaan, pendampingan, dan pemberdayaan,” papar Prof Irfan usai upacara HUT RI ke-73 di Sei Mencirim, Deliserdang.
Selain anak mantan teroris, HUT RI ke-73 di Sei Mencirim itu juga dihadiri belasan mantan napi terorisme (napiter). Menurut Irfan Idris, para mantan napiter ini pernah belajar banyak dari kehidupannya dalam Lembaga Pemasyarakatan (Lapas). Saat ini, mereka telah kembali ke masyarakat untuk membina keluarga, membina ekonomi, membina kehidupan. Karena itu, mereka butuh pendampingan dan masyarakat jangan mengasingkan mereka. Pun anak-anaknya yang kini menjadi santri di Ponpes Al Hidayah.
“Tidak ada istilah anak teroris, anak-anak kita yagn tampil tadi adalah harapan bangsa kita, jangan pernah ada stigma dari masyarakat, dampingi dan terima mereka,” ujar Irfan.