Senin 20 Aug 2018 20:52 WIB

BNPB: Potensi Nasional Masih Mampu Atasi Gempa Lombok

Dana cadangan penanggulangan sebesar Rp 4 triliun siap dikucurkan

Rep: Dedy Darmawan Nasution/ Red: Ichsan Emrald Alamsyah
Kepala Pusat Data Informasi dan Humas Badan Nasional Penanggulangan Bencana, Sutopo Purwo Nugroho
Foto: Republika TV/Havid Al Vizki
Kepala Pusat Data Informasi dan Humas Badan Nasional Penanggulangan Bencana, Sutopo Purwo Nugroho

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) menyatakan, potensi nasional masih mampu mengatasi efek gempa Lombok tanpa harus mengubah status menjadi bencana nasional. Hal ini untuk menjawab beragam pertanyaan dari masyarakat soal status bencana gempa bumi di Lombok, Nusa Tenggara Barat menjadi bencana nasional.

Kepala Pusat Data Informasi dan Humas BNPB Sutopo Purwo Nugroho mengatakan, gempa Lombok dengan magnitude 6,4 Skala Richter (SR) pada 29 Juli 2018, 7 SR pada 5 Agustus 2018, serta 6,5 SR dan 6,9 SR pada 19 Agustus 2018 telah menelan korban jiwa sebanyak 506 orang. Sebanyak 431.416 orang mengungsi, 74.361 unit rumah rusak, dan kerugian ekonomi mencapai Rp 7,7 triliun.

“Dampak gempa Lombok tersebut lantas membuat banyak pihak mengusulkan agar dinyatakan sebagai bencana nasional,” kata Sutopo, Senin (20/8) malam.

Ia menjelaskan, wewenang penetapan status bencana diatur dalam Peraturan Pemerintah No 21 Tahun 2008 yang menyatakan bahwa Penentuan status keadaan darurat bencana dilaksanakan oleh pemerintah atau pemerintah daerah sesuai dengan tingkatan bencana. Adapun tingkat nasional ditetapkan oleh Presiden, tingkat provinsi oleh Gubernur, dan tingkat kabupaten atau kota oleh Bupati atau Wali kota.

Penetapan status tingkat bencana daerah menjadi nasional terutama didasarkan pada lima variabel utama. Yakni jumlah korban, kerugian harta benda, kerusakan prasarana dan sarana, cakupan luas wilayah yang terkena bencana, dan dampak sosial ekonomi yang ditimbulkan.

“Namun indikator itu saja tidak cukup. Ada hal yang mendasar indikator yang sulit diukur. Yaitu kondisi keberadaan dan keberfungsian Pemerintah Daerah apakah collaps atau tidak. Kepala daerah beserta jajaran di bawahnya masih ada dan dapat menjalankan pemerintahan atau tidak,” ujarnya.

Sutopo menjelaskan, tsunami Aceh 2004 ditetapkan sebagai bencana nasional karena saat itu pemerintah daerah, baik provinsi, kabupaten, dan kota beserta unsur pusat di Aceh seperti Kodam dan Polda mengalami koleps atau tak berdaya. Alhasil, seluruhnya diserahkan kepada pemerintah pusat dan pemerintah menyatakan sebagai bencana nasional.

Risikonya, semua tugas pemerintah daerah diambil alih oleh pusat, termasuk dalam jalannya pemerintahan secara umum. Adanya status bencana nasional maka turut membuka pintu seluas-luasnya bagi bantuan internasional dari berbagai negara. 

“Ini adalah konsekuensi Konvensi Geneva. Seringkali timbul permasalahan baru terkait bantuan internasional ini karena menyangkut politik, ekonomi, sosial, budaya, pertahanan dan keamanan,” ujar Sutopo.

Sutopo mengungkapkan, sejak bencana tsunami Aceh 2004 hingga saat ini belum ada bencana yang terjadi di Indonesia dan dinyatakan sebagai bencana nasional. Sebab, pemerintah banyak belajar dari pengalaman penanganan tsunami Aceh 2004. 

“Potensi nasional masih mampu mengatasi penanganan darurat bahkan sampai rehabilitasi dan rekonstruksi pascabencana nanti. Tanpa ada status bencana nasional pun penanganan bencana saat ini skalanya sudah nasional,” tegasnya.

Pemerintah pusat, lanjut dia, terus mendampingi dan memperkuat Pemerintah daerah, baik provinsi maupun kabupaten dan kota. Penguatan tersebut berbentuk bantuan anggaran, pengerahan personil, bantuan logistik dan peralatan, manajerial dan tertib administrasi.

Dana cadangan penanggulangan bencana sebesar Rp 4 triliun juga siap dikucurkan sesuai kebutuhan. Jika kurang, kata dia, pemerintah siap menambah anggaran dengan persetujuan bersama DPR. 

Berdasarkan penghitungan kaji cepat, kebutuhan dana untuk rehabilitasi dan rekonstruksi pasca gempa Lombok diperkirakan lebih dari Rp 7 triliun. Dana sebesar itu akan dianggarkan oleh pemerintah pusat.

Sementara itu Presiden Joko Widodo (Jokowi) menyatakan sedang menyiapkan instruksi presiden tentang penanggulangan dampak bencana gempa. "Ini baru disiapkan Inpres," kata Jokowi di Istana Merdeka, Jakarta.

Terkait status bencana nasional, menurut Jokowi, yang terpenting bukanlah status ditetapkan bencana nasional atau bukan. Namun, bagaimana upaya penanganan langsung di lapangan untuk membantu para korban terdampak gempa.

Jokowi mengaku terus memantau perkembangan yang terjadi di Lombok dan sekitarnya. Ia juga tak menutup kemungkinan untuk kembali mengunjungi Lombok. 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement