REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Sembilan Partai Koalisi pejawat Joko Widodo segera membahas Nawacita kedua. Nawacita tersebut akan mengacu pada problematika bangsa yang dihadapi oleh pemerintahan Jokowi-JK selama lima tahun terakhir.
“Berbagai persoalan harus dijawab dengan visi misi dimana di dalamnya ada program unggulan yang terkandung dalam Nawacita itu,” kata Sekretaris Jenderal PDIP Hasto Kristiyanto usai rapat pembentukan struktur Tim Pemenangan di Gedung Joang, Menteng, Jakarta Pusat, Sabtu (4/8) malam.
Sembilan partai koalisi Jokowi yakni PDIP, PPP, PKB, Partai Nasdem, Partai Golkar, Partai Hanura, PSI, Perindo, dan PKPI. Hasto mengatakan, implementasi Nawacita selama lima tahun terakhir telah dibahas. Hasil pembahasan tersebut akan menjadi dasar dalam pembentukan Nawacita kedua sekaligus dasar visi Indonesia 2045.
“Ini merupakan satu nafas dimana fundamen yang sudah diciptakan Pak Jokowi. Berbagai hal spesifik juga sudah dibahas yang menunjukkan sinergisitas antar partai,” ujar Hasto.
Sinergisitas partai yang dimaksud misalnya, PPP dan PKB akan berkontribusi dalam memberikan perhatian yang sangat intens terhadap pengembangan pesantren.
Selain itu, sembilan partai koalisi juga segera mempertajam kerja sama diantara sesama parpol. Hal itu untuk mengindahkan pemerintahan yang jauh lebih efektif agar bergerak lebih cepat.
Terkait nama cawapres yang akan dipilih, Sekjen PPP Asrul Sani mengatakan, nama itu akan disampaikan langsung oleh Joko Widodo. Hingga saat ini para Sekjen Partai juga belum mengetahui terkait nama cawapres. “Ya, kita menunggu dan menyerahkan kepada Pak Jokowi. Dengan begitu koalisi ini bisa melangkah untuk hal-hal lainnya,” kata dia.
PPP, lanjut dia, akan mendukung seluruh keputusan Jokowi. Hanya saja, masing-masing partai koalisi memiliki aspirasi dasar yang telah disampaikan. PPP menginginkan cawapres berlatar belakang agamis, relijius, atau santri.
Baca juga, SBY: Saya tak Pernah Tawarkan AHY Sebagai Cawapres Jokowi.
Sementara itu Ketua Dewan pertimbangan Majelis Ulama Indonesia (MUI) Din Syamsuddin menilai adalah baik bila cawapres dari dua kubu ini mewakili tokoh Islam, namun tokoh Islam yang ditampilkan harus berwawasan pluralis, kemajemukan dan kebangsaan.
"Secara pribadi, secara subyektif saya berpikir dan berharap cawapres yang dipilih oleh masing-masing itu adalah dari kalangan tokoh Islam. Ini realitas di Indonesia, umat Islam mayoritas. Apalagi belakangan ini ada gejala politik umat Islam sejak 411 dan 212, kemudian menampilkan identitas politik keislaman yang kental," kata Din kepada wartawan, Sabtu (4/8).
Baca juga, Ini Kriteria Cawapres untuk Jokowi.
Dengan pilihan cawapres dari kalangan umat Islam ini, menurut dia, menghindari pendapat dan tuduhan Islam menjadi kekuatan antitesa terhadap negara. Islam dan agama-agama harus menjadi kekuatan pendukung negara Pancasila.