REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Wakil Sekretaris Jendral Partai Demokrat Renanda Bachtar menyebut Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) mendukung pengungkapan kasus Kerusuhan 17 Juli 1996 (Kudatuli). Kasus itu diungkit oleh Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto ketika menyambangi Komnas HAM, beberapa hari lalu.
Renanda menyebut, SBY dan Demokrat mendukung penuh bila memang telah ditemukan temuan baru mengenai kasus itu. “Kalau memang ada temuan baru, atau ada suatu hal yang belum selesai, sehingga ini harus diungkapkan kembali, nah, kami dukung penuh itu,” ujar Renanda saat dihubungi Republika, Ahad (29/7).
Renanda menekankan pada temuan baru karena kasus ini sudah disidangkan. “Semua pihak juga sudah diperiksa. Ada pihak yang ditahan, ini juga sudah selesai, ya, pemeriksaannya,” kata dia.
Karena itu, ia menganggap pengaduan Hasto kepada Komnas HAM itu tak masuk akal. Ada dua alasan pengaduan tersebut tidak masuk akal.
Baca Juga: Perang Dingin SBY-Mega, Hasto Ungkit Kasus Kudatuli
Pertama, ia berpendapat, isu pengungkapan kasus Kudatuli itu terus muncul dan tenggelam. Ia menambahkan, kemunculannya kerap kali terjadi menjelang pemilihan umum (pemilu).
Ia pun menuding kasus ini menjadi barang dagangan atau komoditas politik yang dikeluarkan setiap menjelang pemilihan umum. Ia menambahkan, kudatuli berubah dari kasus hukum menjadi komoditas politik untuk kepentingan membangun opini.
“Tahun 2004 begitu, 2009 begitu, 2014 tidak karena Demokrat tidak maju, ya, tetapi kemudian menjelang pemilu ini, ini dikeluarkan lagi,” tuturnya.
Baca Juga: Komnas HAM: Laporan Kudatuli, PDIP Belum Bisa Ditindaklanjuti
Kedua, Renanda mengatakan, pengaduan ini tidak masuk akal saat PDIP mencoba menyeret SBY yang dituduh terlibat dalam kasus Kudatuli ini. Dia mengatakan memang ada keterlibatan SBY dalam kasus itu.
Namun, ia menekankan keterlibatan itu tak secara langsung. Sebab, kata dia, SBY pada saat itu bertempat di posisi sebagai kepala staf daerah militer (kasdam) yang lebih banyak mengurus administrasi panglima kodam (pangdam).
“Ada pangdam di situ, ada kapolda di situ, ada kapolres di situ,” kata dia.
Menurutnya, yang memiliki wewenang penuh dalam operasional adalah pangdam, yang kala itu dijabat oleh Sutiyoso. “Pak Sutiyoso tentu lebih strategis perannya, lebih jelas. Itu kan kemudian beberapa tahun kemudian setelah kejadian itu dijadikan orang terdekat ibu Megawati kan, ketum PDIP,” kata dia.
Baca Juga: Demokrat: Laporan Kudatuli Upaya Politik Kesiangan PDIP
Bahkan, ia menilai, posisi SBY sebagai kasdam tidak lebih strategis pada saat situasi seperti itu dibandingkan dengan dandim (komandan distrik milter) dan danrem (komandan resort militer), yang pangkatnya di bawah Kasdam. “Karena mereka itu operasional,” kata dia.
Karena itu, ia menyayangkan permintaan PDIP kepada Komnas HAM untuk menuntaskan kasus ini. “Ya kami prihatinlah, teman-teman PDIP selalu bermain-main dengan isu-isu yang ditujukan untuk membangun opini, tetapi, ya, salah alamat kalau ditujukan ke Pak SBY,” kata dia.
Pada Kamis (26/7), Hasto menyebut nama SBY saat melakukan audiensi bersama dengan Komnas HAM terkait kasus kudatulis. Hasto menganggap SBY, yang menjabat sebagai Kasdam Jaya itu mengetahui banyak hal terkait insiden yang menyebabkan lima orang meninggal dunia dan sebanyak 149 orang luka-luka itu.