Ahad 08 Jul 2018 19:11 WIB

Perebutan Capres-Cawapres Buat Poros Ketiga Sulit Terbentuk

Pengamat menilai, jika parpol ngotot mau posisi capres, poros ketiga sulit terbentuk.

Rep: Idealisa Masyrafina/ Red: Bayu Hermawan
Pangi Syarwi Chaniago, Pengamat Politik Sekaligus Direktur Eksekutif Voxpol Center Reseach and Consulting.
Foto: dok. Pribadi
Pangi Syarwi Chaniago, Pengamat Politik Sekaligus Direktur Eksekutif Voxpol Center Reseach and Consulting.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengamat politik dari Voxpol Center Pangi Syarwi Chaniago menilai, koalisi poros ketiga sulit terbentuk di pemilihan presiden (pilpres) 2019. Menurutnya, ada beberapa alasan poros ketiga sulit terbentuk, salah satunya karena perebutan posisi capres dan cawapres diantara parpol-parpol.

"Koalisi poros ketiga ini, saya jadi pesimis terbentuk. Alasannya pertama, sepanjang partai ngotot kadernya harus jadi capres-cawapres, tidak akan ketemu," ujar Pangi kepada Republika.co.id, Ahad (8/7).

Masing- masing partai bersikeras mendorong kadernya karena ini berkaitan dengan menaikkan elektabilitas partai. Karena Pemilihan Legislatif (Pileg) diadakan dalam waktu bersamaan dengan Pilpres. Kalau mereka tidak maju sebagai capres dan cawapres, elektabilitas partai tidak terangkat. Alasan lainnya, sejauh ini poros ketiga tidak memiliki sosok untuk merepresentasikan atau menjadi ikon. Selain itu, Demokrat kini mendorong AHY yang memiliki segmen pemilih milenial untuk menjadi pasangan Prabowo.

Dengan ambang batas presidensial (presidential threshold) tentunya tidak semuanya bisa maju sebagai capres dan cawapres. Untuk maju, capres dan cawapres minimal harus dua partai untuk memenuhi kursi minimal yaitu 112 kursi, seperti Partai Gerindra dan PKS. Sedangkan Demokrat dan PKB tidak cukup, jadi ketiganya harus bergabung.

Maka jalan tengah agar poros ini tetap terbentuk, menurut Pangi, harus ada iming-iming lain. Misalnya menteri harus diperbanyak dari kader ketiga partai tersebut, atau ada jabatan strategis lainnya yang ada hubungannya sam partai mereka. Tokoh dari luar partai juga dapat menjadi jalan tengah.

"Misalnya Demokrat usung cawapres, tapi pasangannya profesional dari luar partai. Supaya PAN dan PKB sama-sama tidak dapat. Biar adil," katanya.

Pangi membantah pernyataan Presiden Jokowi mengenai koalisi tanpa iming- iming, itu tidak ada. Koalisi itu menurutnya mengenai kepentingan politik. Dengan bergabung, parpol tentunya berharap diberikan sesuatu untuk kemajuan partai mereka. Meskipun begitu, koalisi lain dinilai akan dapat terbentuk menjelang batas pencalonan. Pangi meyakini nantinya akan ada lebih dari dua pasangan capres- cawapres untuk Pilpres 2019.

"Ada lebih dari dua paslon, saya yakin ada tiga poros. Nanti mereka muncul di last minute. Mereka akan buat calon presiden sendiri, daripada gak goyang sama sekali," kata Pangi.

Baca juga: PAN tak Ingin Terburu-buru Buat Poros Ketiga

Sementara, Partai Amanat Nasional (PAN) masih tak ingin terburu-buru untuk membuat poros ketiga usai mengetahui adanya wacana duet antara Prabowo Subianto dengan Agus Harimurti Yudhoyono (AHY). Sekretaris Jendral PAN Eddy Suparno mengaku sebelum penentuan pencalonan presiden, pihaknya mengimbau untuk mendiskusikan hal itu secara matang.

"Ya kita akan bicara dulu dengan para pihak yang terkait. Jangan buru-buru membuat poros ketiga dan jangan terburu-buru juga untuk memutuskan ikut dalam koalisi tersebut, atau yang lainnya," kata Eddy saat dihubungi Republika.co.id, Ahad (8/7).

Dia sendiri juga tak ingin berandai-andai bila Prabowo Subianto jadi berduet dengan AHY dan akan maju dalam kontestasi Pilpres 2019 mendatang. Sebab, dia mengaku saat ini banyak pihaknya yang sedang melakukan penjajakan dengan melakukan komunikasi dan diskusi.

Politisi partai berlambang matahari itu mengatakan, semua pihak yakni partai-partai yang akan menandingin pejawat saat ini diberikan kesempatan untuk menyampaikan pemikiran-pemikirannya untuk didiskusikan bersama. Dia berharap, para pemangku kepentingan dapat berkomunikasi dengan pikiran yang terbuka.

“Dalam artian begini, jangan sampai ada yang sudah mengkondisikan dari awal, ‘pokoknya saya harus jadi cawapres, pokoknya capres atau cawapresnya harus dari partai saya’ kalau ada pemikiran seperti itu kan susah untuk kita melakukan komunikasi yang lebih komprehensif lagi,” jelas Eddy.

Oleh sebab itu, pihaknya mengimbau kepada seluruh partai yang berkepentungan untuk tetapkan tujuan awal yakni untuk memberikan alternatif sosok pemimpin selain pejawat. Sosok pemimpin itu adalah yang bisa membawa RI ke arah yang lebih baik lagi.

“Jadi bagi saya sesungguhnya yang paling penting itu bagaimana mencari alternatif yang terbaik untuk Indonesia lima tahun ke depan, bukan hanya sekedar seseorang yang mampu memenuhi syarat untuk maju di pencapresan 2019,” jelasnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement