REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Direktur Polcomm Institute Heri Budianto menyatakan kandidat dari non-partai politik lebih berpeluang menjadi pendamping Joko Widodo (Jokowi) pada Pemilihan Presiden (Pilpres) 2019. Sebab, banyak partai politik yang mengusung Jokowi sehingga kalau memilih cawapres dari satu parpol akan menimbulkan kecemburuan.
Heri mengatakan sosok kandidat calon wakil presiden (cawapres) sebagai pendamping Jokowi lebih baik dari kalangan profesional. Ini akan menjadi jalan tengah bagi partai pendukung.
Namun, Heri menuturkan, hal yang wajar ketika sejumlah ketua umum partai pendukung Jokowi berambisi mengusung kadernya sebagai kandidat cawapres. "Semua punya peluang, apalagi tokoh netral karena Jokowi resisten untuk mengambil tokoh partai. Tidak berparpol lebih menguntungkan," ujar Heri.
Heri juga menyinggung langkah Kepala Staf Presiden (KSP) Jenderal (Purn) TNI Moeldoko yang mundur dari Partai Hati Nurani Rakyat (Hanura) semakin meramaikan bursa calon pendamping Jokowi. "Seperti membuka peluang, paling tidak, akan dilirik Jokowi karena posisinya netral," kata Heri.
Pengamat politik dari Lingkar Madani (Lima) Ray Rangkuti mengungkapkan beberapa tokoh di luar partai politik terbukti cukup berkualitas dan memenangi pertarungan. Dia mencontohkan, Ridwan Kamil yang tidak diusung partai besar di Jawa Barat.
"Ini pertimbangan buat Jokowi mengambil kandidat non-partai," kata Ray.
Ray menilai muncul kecenderungan beberapa pimpinan partai politik yang seolah sudah siap dilamar Jokowi bermodalkan dukungan partai politik pada kontestasi Pilpres 2019. Mereka seperti Airlangga Hartarto (Golkar), Romahurmuziy (PPP) dan Muhaimin Iskandar (PKB).
Pengamat politik dari Universitas Al Azhar Jakarta Ujang Komarudin menganggap pengunduran diri Moeldoko dari Partai Hanura merupakan itikad baik untuk mengabdi penuh kepada bangsa sebagai KSP. "Harusnya pengunduran diri Moeldoko menjadi contoh bagi pengurus partai lain yang saat ini masih menjabat," ucapnya.
Ketua Bidang Perekonomian DPP PDI Perjuangan Hendrawan Supratikno menyatakan penentuan kandidat cawapres pendamping Jokowi menjadi urusan dan kewenangan para ketum partai pengusung. Hendrawan meyakini para ketum partai politik yang mengusung Jokowi memiliki kearifan untuk saling berkomunikasi bersama capres yang didukung untuk menentukan cawapres yang cocok.
"Saya yakin para ketum sudah memiliki daftar prioritas yang siap dibicarakan," ujar pria bergelar profesor itu.
Hendrawan meminta publik bersabar menunggu kepastian nama cawapres yang akan disandingkan dengan Jokowi pada Pilpres 2019 karena perlu analisa mendalam. Terkait persoalan calon pendamping Jokowi dari unsur partai politik atau non partai, Hendrawan menyatakan hal itu tidak harus menjadi dikotomi karena tidak substansial.