REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wakil Ketua DPR RI Fahri Hamzah menyatakan Presiden Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Sohibul Iman tidak memiliki niat baik untuk berdamai terkait rencana pencabutan laporan polisi dugaan pencemaran nama baik melalui media pemberitaan yang ditangani Polda Metro Jaya. Fahri memutuskan melanjutkan laporan dugaan tindak pidana terhadap Sohibul Iman.
"Jadi kasus ini berjalan lagi seperti bagaimana sebelum puasa," kata Fahri di Jakarta, Selasa (26/6).
Fahri berharap polisi segera menuntaskan rangkaian proses hukum yang menjerat Sohibul sehingga petinggi PKS itu cepat diputus bersalah atau tidak di pengadilan. Lebih lanjut meski kerap berkomunikasi, Fahri menilai para elite PKS semakin arogan sebagai bukti salah satu kader partai yang dekat dengan Fahri dipecat pihak Sohibul.
Pengacara Fahri, Slamet menambahkan kliennya telah menyampaikan alasan membatalkan pencabutan laporan terhadap Sohibul kepada penyidik Polda Metro Jaya. "Sudah ada niat baik tapi tidak mendapat respon yang baik," ungkap Slamet.
Berdasarkan Laporan Polisi Nomor : LP/1265/III/2018/PMJ/Dit.Reskrimsus tertanggal 8 Maret 2018, Fahri melaporkan Sohibul dengan tuduhan melanggar Pasal 27 Ayat 3 dan Pasal 43 Ayat 3 Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik dan atau Pasal 311 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) dan atau Pasal 310 KUHP.
Fahri menjelaskan pengadilan telah memutus dua kali perkara perdata yang memenangkan dirinya melawan pengurus PKS, namun Sohibul masih menyampaikan pernyataan "yang menjurus ke arah fitnah, bahkan merusak iklim hukum di Indonesia dan citra PKS".
Fahri dan Sohibul sempat berencana menjalani perdamaian terkait dugaan kasus pencemaran nama baik melalui media massa tersebut.
Penyidik Polda Metro Jaya juga sempat memeriksa Fahri sebagai saksi pelapor dan Sohibul sebagai saksi terlapor. Bahkan polisi juga pernah meminta keterangan Ketua Majelis Syuro PKS Salim Segaf Aljufrie sebagai saksi.