Senin 11 Jun 2018 18:17 WIB

Keributan Anggota Polri-TNI Tunjukkan Masalah di Akar Rumput

Polri-TNI akan menindak oknum anggotanya sesuai hukum karena sudah merusak soliditas.

Rep: Arif Satrio Nugroho/ Red: Ratna Puspita
Petugas gabungan TNI-Polri melakukan apel usai berjaga saat sidang kasus terorisme dengan terdakwa Aman Abdurrahman alias Oman Rochman di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.
Foto: Antara/Galih Pradipta
Petugas gabungan TNI-Polri melakukan apel usai berjaga saat sidang kasus terorisme dengan terdakwa Aman Abdurrahman alias Oman Rochman di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Presidium Indonesia Police Watch (IPW) Neta S Pane menilai perkelahian antara oknum Tentara Nasional Indonesia (TNI) dan Polri menunjukkan ada masalah serius di tingkat akar rumput kedua institusi tersebut. Perkelahian yang melibatkan oknum kedua instansi tersebut terjadi secara berurutan, yakni di Depok pada Kamis (7/6) dan di Cijantung pada Sabtu (9/6).

Neta berpendapat elite Polri dan TNI memang kerap menunjukkan soliditas dan sinergitas, khusus pada era Panglima TNI Marsekal Hadi Tjahjanto dan Kapolri Jenderal Tito Karnavian. Namun, sikap dan perilaku di jajaran bawah sering kali bermasalah hingga mengakibatkan benturan atau konflik yang menimbulkan korban jiwa.

Menurut Neta, kasus bentrokan oknum TNI dan Polri yang masih berulang menunjukkan masalah serius yang tak kunjung bisa dituntaskan kedua institusi tersebut. "Berulahnya para oknum ini tak terlepas dari masih kentalnya sikap arogansi yang mencengkeram mentalitas aparatur," kata Neta pada Republika.co.id, Senin (11/6).

Selain itu, IPW menilai ada tiga masalah lain, yakni buruknya pola pembinaan, tidak adanya ketegasan dalam pemberian sanksi, dan rendahnya wibawa atasan membuat jajaran bawah seperti tidak terkendali. "Rendahnya wibawa atasan membuat jajaran bawah polisi dan TNI sering kali tidak peduli dengan kesepakatan maupun sinergitas para elite institusinya. Mereka lebih mengedepankan arogansinya ketimbang mematuhi kesepakatan damai atasannya," ujar Neta.

Alhasil, kata dia, masalah sepele saja mampu membuat para aparatur itu saling bunuh. Menurut Neta, kasus terbunuhnya anggota TNI di Depok menjadi tantangan bagi kekompakan Panglima TNI dan Kapolri. "Kasus ini harus menjadi evaluasi agar soliditas TNI-Polri tidak sekadar di menara gading, tapi mengakar hingga ke bawah," ujar dia.

Potensi kecemburuan

photo
Panglima TNI Hadi Muljanto dan Kapolri Tito Karnavian memberi hormat kepada Presiden Joko Widodo sebelum memberikan sambutan pada buka bersama TNI Polri dan Presiden Joko Widodo di Mabes TNI Cilangkap, Jakarta. (Republika)

Pengamat kepolisian Universitas Indonesia Bambang Widodo Umar memiliki penilaian yang tak jauh berbeda. Dia mengatakan, kekompakan petinggi TNI-Polri menunjukkan tampilan fisik yang baik. Namun, dia mengatakan, konsepsi kekompakan belum masuk hingga ke dalam jiwa dan raga. 

Bambang melanjutkan, pada level bawahan sangat mungkin masih ada sifat kecemburuan. Kecemburuan yang mungkin muncul adalah anggota TNI terhadap polisi karena pandangan subjektif bahwa polisi mendapat domain tugas utama dalam keamanan. 

Dalam kehidupan sehari-hari, Bambang mengatakan, pandangan subjektif lain yang kerap muncul adalah polisi lebih makmur. “Saya kira tidak lepas dari faktor politik dalam mengelola keamanan dalam negeri yang belum tertata secara sistemik. Kira-kira begitu keadaannya," kata dia kepada Republika, Senin (11/6).

Untuk mengatasi hal itu, kata Bambang, polisi dan TNI harus benar-benar membangun profesionalitas. Selain itu, dia menambahkan, kepolisian juga harus menunjukkan mental yang prima, tegas, dan konsisten dalam bertugas.

Kepala Divisi Hubungan Masyarakat Polri Inspektur Jenderal Setyo Wasisto menyesalkan adanya kejadian yang diduga dilakukan oleh oknum yang seharusnya menjadi penjaga dan pelayan masyarakat Indonesia tersebut. Ia pun menyatakan Polri akan melakukan tindakan tegas.

"Iya itu oknum lah ya, oknum,” kata Setyo ditemui di Markas Besar Polri, Jakarta, Senin (11/6).

Dia mengatakan, semua pihak sudah menyadari bahwa Polri dan TNI seharusnya bekerja sama yang baik. “Akan tetapi, kalau memang ada oknumnya ya tanggung jawab mereka sendiri. Kita terapkan hukuman sesuai aturan yang berlaku," kata dia. 

Dua peristiwa

photo
Anggota kepolisian dan prajurit TNI. (Antara)

Dua prajurit Yonif Mekanik 203/AK Kodam Jaya, yakni Serda Darma Aji dan Serda Nikolas Kegomoi, mengalami pengeroyokan dan penusukan oleh anggota Brimob. Kejadian tersebut terjadi di sebuah tempat biliar Al Diablo di Jalan Raya Bogor KM 30, Cimanggis, Depok, Jawa Barat, Kamis (7/6) lalu. 

Darma Aji tewas pada Jumat (8/6). Kemudian, tiga orang oknum polisi telah ditetapkan sebagai tersangka.

Dua hari kemudian, dua orang anggota polisi, yakni Brigadir Dua Feri Saputra dan Brigadir Dua Bimo Yudho Prasetyo, mengalami pengeroyokan. Pengeroyokan diduga dilakukan oleh oknum TNI di sekitar Mal Graha Cijantung, dekat Markas Kopassus, Sabtu (9/6) dini hari. 

Dua polisi itu baru saja mengikuti patroli Operasi Cipta Kondisi di Jakarta Selatan. Setyo membenarkan adanya kejadian tersebut. Namun, ia enggan mengungkap lebih terperinci terkait kasus kedua tersebut. "Nanti saya cek dulu riilnya, karena itu yang menangani siapa harus tahu," kata dia.

Sementara itu, Kepala Penerangan Kodam (Kapendam) Jaya Kolonel Inf Kristomei Sianturi menuturkan, TNI sudah melakukan penyelidikan untuk mencari tahu pelaku pemukulan di Cijantung tersebut. TNI juga berkoordinasi dengan Polri sedang mencari tahu siapa pelaku pemukulan ini.

Sebab, Kristomei menyatakan, TNI tidak ingin soliditas dan sinergitas yang sudah dibangun dirusak oleh kejadian tersebut. Kristomei pun memastikan, bila memang nanti terbukti bahwa pelaku adalah anggota TNI, TNI akan melaksanakan tindakan tegas. 

"Pasti itu kita hukum. Ini artinya kan oknum sudah merusak soliditas dan sinergitas yang sudah kami coba bangun," kata dia menegaskan.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement