REPUBLIKA.CO.ID, BEKASI -- Wakil Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) Hidayat Nur Wahid (HNW) menilai, seharusnya Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) diperkuat. Namun, Perpres No 42 Tahun 2018 tentang Hak Keuangan dan Fasilitas Pejabat Badan Pembina Ideologi Pancasila (BPIP) justru membuat BPIP menjadi kontroversi di publik.
"Perpres itulah yang melahirkan kegaduhan dan mempertanyakan bagaimana ini lembaga yang kemudian malah menjadi yang polemik," ujar Hidayat di Bekasi, Ahad (10/6).
Masyarakat, kata dia, juga harus memahami betul nilai Pancasila agar mereka nyaman ketika berbicara tentang Pancasila. Hidayat menilai pimpinan BPIP juga harus dihadirkan sebagai sosok yang tidak menghadirkan kontroversi di masyarakat. Sehingga, publik percaya Pancasila menghadirkan keteladanan dan kenegarawanan.
"Saya kira, ini satu hal yang baik karena BPIP itu awalnya adalah ujung usulan dari MPR juga. Pada 2004-2009, kami sudah mengusulkan bahwa pemerintah harus terlibat di dalam sosialisasi terkait UUD, Pancasila, dan seterusnya," ujarnya.
Oleh karena itu, pada masa pimpinan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) merespons dengan membuat inpres dan menyetujui tentang penguatan ini. "Pada 2014 kami mengusulkan agar presiden terlibat lagi seperti zaman Pak Harto dengan BP7-nya. Itu metodenya berbeda karena era reformasi tentu penegakannya reformatif," kata dia.
Hidayat, saat itu, mendukung SBY membentuk lembaga pertahanan nasional yang kemudian menjadi BPIP. Bukan untuk menjadi lembaga yang kontroversial dan menghadirkan polemik. "Tapi harus bisa jadi lembaga yang bisa bantu masyarakat pahami Pancasila seperti dulu," ujarnya.
Seperti diketahui, Perpres No 42 Tahun 2018 tentang Hak Keuangan dan Fasilitas Pejabat BPIP menuai kontroversi di publik. Berbagai pihak mempertanyakan alasan pejabat BPIP mendapat hak keuangan yang jumlahnya mencapai ratusan juta.
Baca juga: Yudi Latif Mundur, Pimpinan MPR Nilai Perlu Evaluasi BPIP
Di tengah polemik, Ketua BPIP Yudi Latif memutuskan mengundurkan diri. Yudi beralasan dirinya mundur agar adanya penyegaran kepemimpinan baru di BPIP.
"Saya merasa perlu ada pemimpin-pemimpin baru yang lebih sesuai dengan kebutuhan. Harus ada daun-daun yang gugur demi memberi kesempatan bagi tunas-tunas baru untuk bangkit. Sekarang, manakala proses transisi kelembagaan menuju BPIP hampir tuntas, adalah momen yang tepat untuk penyegaran kepemimpinan," kata Yudi melalui keterangan tertulis yang dimuat di laman resmi kampus Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, Jumat (8/6).
Yudi diketahui adalah pejabat Kepala BPIP sejak lembaga tersebut masih bernama Unit Kerja Presiden-Pembinaan Ideologi Pancasila (UKP-PIP) sejak 7 Juni 2017. UKP-PIP kemudian bertransformasi menjadi BPIP sejak 28 Februari 2018 ini. Yudi mengundurkan diri terhitung sejak Kamis (7/6), tepat setahun sejak dirinya dilantik menjadi Kepala BPIP.