Rabu 06 Jun 2018 05:13 WIB

Benarkah Ada Puluhan Masjid Jakarta Sebarkan Paham Radikal?

Sandi mengaku akan turun ke masjid-masjid.

Rep: Sri Handayani/ Red: Teguh Firmansyah
Sandiaga Uno
Foto: Republika/Iman Firmansyah
Sandiaga Uno

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Puluhan masjid di Jakarta disebut telah menyebarkan paham radikal. Wakil Gubernur DKI Jakarta Sandiaga Salahuddin Uno membenarkan dugaan tersebut. 

Ia bahkan mengaku telah mengantongi daftar masjid yang diduga menjadi tempat penyebaran paham radikalisme. Daftar itu ada di Biro Pendidikan, Mental, dan Spiritual (Dikmental) dan Badan Amil Zakat, Infaq, dan Shadaqah (BAZIS) DKI.

"Tiga puluh (masjid) itu kami juga sudah punya datanya di teman-teman Biro Dikmental dan BAZIS, akan kita arahkan ke kegiatan kita lebih banyak ke sana," kata Sandiaga di Kepulauan Seribu, Selasa (5/6).

Sandiaga berpendapat, salah satu penyebab suburnya paham radikal adalah ketidakadilan. Hal itu ditanamkan kepada generasi muda sehingga menjadi kepercayaan (beliefs) dan berkembang menjadi paham. Mereka pun memutuskan mengambil jalan pintas. Sandiaga tak menjelaskan jalan pintas yang dimaksud.

Berdasarkan asumsi tersebut, ia memutuskan untuk turun ke masjid-masjid. Ia berpendapat, pemahaman radikal bisa ditepis dengan membangkitkan ekonomi di masjid. Selain itu, perlu dilakukan pendidikan dan pemberian kesempatan kerja.

"Tidak ada cara lain selain pendidikan. Kedua, berikan kesempatan mereka menjadi pengusaha dan orang yang sukses dengan program OK OCE," kata dia.

Baca juga,  Jokowi Minta Pandangan Cendekiawan Muslim Soal Radikalisme.

Informasi tentang adanya masjid-masjid yang menjadi tempat penyebaran paham radikal datang dari Cendekiawan Muslim Azyumardi Azra. Hal itu disampaikan dalam pertemuan antara Presiden Joko Widodo (Jokowi) dan para cendekiawan Muslim di Istana Negara, Senin (4/6). Ia mengatakan, terdapat sekitar 40 masjid di wilayah DKI yang memberikan ceramah mendekati radikalisme. Penceramah justru mengajarkan paham radikal dan intoleran.

Azyumardi mengungkapkan, para cendekiawan mengusulkan untuk menghadapi intoleransi memang harus komprehensif. Pemerintah harus memperkuat kembali koalisi sosial melalui, misalnya, pemantapan kembali semangat kebangsaan, kemudian juga kearifan lokal dan penguatan Islam wasatiyah.

Menurut dia, hal itu bisa dilakukan melalui lokakarya di perguruan tinggi melalui para dosen, guru, kemudian juga ketua-ketua BEM, yang memang ini rentan terhadap intoleransi dan radikalisme, terutama concern topiknya terkait peningkatan intoleransi dan radikalisme.

Dalam pertemuan tersebut juga dibahas tentang penyebaran paham khilafah. Azyumardi mengatakan, Presiden Jokowi telah meminta khatib di sejumlah masjid didominasi oleh mereka yang tidak memberikan ceramah mengenai paham kekhalifahan.

Hal ini dilakukan karena dalam salah satu survei yang dilakukan terdapat sekitar 40 masjid di wilayah DKI yang memberikan ceramah mendekati radikalisme. Penceramah justru mengajarkan radikal dan intoleran.

"Tapi Pak Jokowi menegaskan bahwa sebetulnya masalah itu sedikit banyak sudah diatasi. Karena dia sudah menugaskan ada orang, pimpinan dari lembaga sosial keagamaan tertentu untuk melakukan perbaikan di dalam masjid," ujarnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement