Selasa 29 May 2018 17:10 WIB

Ketua DPR Janjikan KUHP Selesai pada HUT RI Ke-73

Pengesahan RUU KUHP akan menjadi peletak dasar sistem hukum pidana yang merdeka.

Rep: Ali Mansur/ Red: Muhammad Hafil
Ketua DPR RI - Bambang Soesatyo
Foto: Republika/Iman Firmansyah
Ketua DPR RI - Bambang Soesatyo

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua DPR  Bambang Soesatyo (Bamsoet) berjanji akan memberikan kado terindah pada perayaan HUT kemerdekaan Republik Indonesia ke-73 mendatang. Kado tersebut berupa disahkannya RUU Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP).

Selama ini pembahasan RUU KUHP tak kunjung tuntas sejak diajukan pemerintah ke DPR pada 11 Desember 2012. Dikarenakan, sejumlah pasal masih dinilai bermasalah oleh sejumlah fraksi.

"Kami melaporkan kepada Presiden pembahasan RUU KUHP sudah memasuki tahapan akhir. DPR bertekad mengesahkan RUU KUHP pada bulan Agustus mendatang. Ini akan menjadi kado terindah HUT kemerdekaan RI ke-73 bagi seluruh rakyat Indonesia," janji Bamsoet dalam keterangan tertulisnya, Selasa (29/5).

Kemudian Bamsoet menegaskan, pengesahan RUU KUHP akan menjadi peletak dasar bagi pembangunan sistem hukum pidana nasional Indonesia sebagai negara merdeka dan berdaulat. Sebab, kata Bamsoet, selama ini RUU KUHP yang digunakan masih merupakan produk warisan kolonial Belanda.

"Dengan disahkannya RUU KUHP maka kita telah sukses menjalankan misi dekolonisasi KUHP peninggalan kolonial. Akan ada demokratisasi dan konsolidasi hukum pidana. Ini sejarah baru bagi pembangunan dan penegakan hukum di Indonesia," ujar Bamsoet.

Politikus Partai Golkar ini memaparkan, pembahasan RUU KUHP sudah berlangsung sejak DPR periode 2009-2014. Namun karena tidak berhasil diselesaikan dan DPR tidak mengenal sistem legislasi warisan, maka pembahasan RUU KUHP harus dimulai lagi dari awal oleh DPR periode 2014-2019.

"Pengesahan RUU KUHP merupakan bukti nyata bagaimana DPR RI selalu konsisten dan bekerja keras dalam menjalankan fungsi legislasi. Malu rasanya jika setelah 73 tahun merdeka, kita masih mengandalkan KUHP warisan kolonial," papar Bamsoet.

Selain itu Bamsoet juga menegaskan, sebagai negara yang merdeka dan berdaulat, pembangunan dan penegakan hukum juga harus dilakukan secara berdaulat. Hal ini akan dibuktikan dengan diselesaikannya RUU KUHP yang sesuai dengan nafas dan ruh Bangsa Indonesia. Menurutnya pembahasan RUU KUHP sudah dimulai sejak tahun 1981 yang ditandai dengan dibentuknya Tim Pengkajian untuk melakukan pembaharuan terhadap KUHP.

"Setelah hampir empat dekade pembahasan, baru pada DPR periode 2014-2019 RUU KUHP bisa diselesaikan," tutur Bamsoet.

Presiden Joko Widodo sendiri pernah memanggil sejumlah tim penyusun RUU KUHP ke Istana untuk melaporkan perkembangan terkini. Presiden khawatir jika RUU KUHP ini tidak selesai pada pemerintahan kali ini. Sebab, jika tak diselesaikan dalam masa pemerintahan ini, maka justru akan menjadi permasalahan besar. Kata Presiden Joko Widodo jika setiap pemerintahan terus menerus membahas RUU KUHP maka Indonesia tak akan pernah memiliki KUHP sendiri.

Sebelumnya, DPR  juga telah menuntaskan Revisi Undang-Undang (RUU) Nomor 15 Tahun 2003 Tentang Tindak Pidana Terorisme disahkan menjadi undang-undang. Pembahasan revisi undang-undang ini rampung setelah dalam rapat kerja antara DPR dengan pemerintah menyepakati konsep definisi terorisme yang menyertai frasa motif politik, ideologi dan gangguan keamanan pada Kamis (24/5) lalu.

Adapun definisi terorisme yang disepakati itu adalah perbuatan yang menggunakan kekerasan atau ancaman kekerasan yang menimbulkan suasana teror atau rasa takut secara meluas, yang dapat menimbulkan korban yang bersifat massal dan/atau menimbulkan kerusakan atau kehancuran terhadap objek-objek vital yang strategis, lingkungan hidup, fasilitas publik atau fasilitas internasional dengan motif politik, ideologi, atau gangguan keamanan. 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement