Jumat 25 May 2018 05:03 WIB

Catatan-Catatan RUU Antiterorisme

Fraksi-fraksi sepakat mengambil definisi terorisme alternatif kedua.

Perempuan berhijab dan cadar atau niqab dari Komunitas Muslimah Soloraya menggelar aksi Gerakan Akhwat Bercadar Menolak Terorisme di Solo, Jawa Tengah, Kamis (24/5).
Foto:

Menurut Yasonna, pihaknya pun berterima kasih kepada fraksi-fraksi yang memberikan pandangannya untuk mendukung alternatif kedua. "Terima kasih kepada seluruh fraksi yang memilih alternatif dua," kata politikus PDIP tersebut.

Akselerasi revisi UU Antiterorisme tak lepas dari aksi teror bom yang terjadi di tiga gereja di Kota Surabaya, Jawa Timur, Ahad (13/5). Presiden Joko Widodo lantas meminta DPR agar segera menuntaskan revisi beleid itu. Jika tidak, Presiden mengancam akan mengeluarkan peraturan pemerintah pengganti UU.

Permintaan Presiden merupakan yang kedua sejak revisi UU Antiterorisme diajukan pemerintah pada Februari 2016. Sebagaimana tahun ini, langkah pemerintah juga berselang selepas aksi teror di bilangan Thamrin, Jakarta, 14 Januari 2016.

Pembahasan tak berjalan mulus lantaran keengganan DPR. Tidak hanya itu, kalangan lembaga swadaya masyarakat (LSM) pun mengutarakan kritikan terhadap draf revisi UU Antiterorisme yang diajukan pemerintah, seperti poin penahanan selama enam bulan tanpa status dan pelibatan TNI.

Kemudian pada 24 Mei 2017, aksi teror terjadi di Terminal Kampung Melayu, Jakarta Timur. Setelah itu, tepat pada 29 Mei 2017, Presiden mendesak DPR mempercepat pembahasan revisi UU Antiterorisme.

Kemajuan mulai tampak pada tahun ini. Pemerintah dan DPR menyepakati pelibatan TNI pada 15 Maret 2018. Masa penahanan juga berkurang dari enam bulan menjadi 14 hari, tetapi dengan tetap menunjung tinggi nilai HAM.

Menjelang dibawa ke rapat paripurna, semua isu substansi sudah disepakati pemerintah dan DPR. Kendala hanya dari sisi definisi lantaran wakil dari fraksi pendukung pemerintah di pansus revisi UU Antiterorisme enggan mencantumkan frasa "motif dan tujuan politik" ke dalam definisi terorisme. Namun, selepas melalui serangkaian pembahasan, definisi terorisme pun disepakati.

Reaktif

Mantan kepala Desk Koordinasi Pemberantasan Terorisme Kementerian Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Inspektur Jenderal Polisi (Purn) Ansyaad Mbai menjelaskan alasan di balik keinginan Polri agar UU Antiterorisme direvisi. Salah satunya adalah ketiadaan payung hukum kepolisian menindak terduga terorisme.

Apalagi, sekarang ada sekitar 600 WNI yang tergabung dengan ISIS di Suriah dan Irak. "Saya kira kita perlu memperhatikan itu," ujar Ansyaad.

"Maksud UU diajukan, direvisi agar selama ini kita reaktif, kalau terjadi bom mulai, terlalu lambat. Mengapa kita tidak tangkap orang itu sebelum dia melakukan? Kalau dia jelas masuk jaringan itu, itu masuk revisi," lanjutnya. (Pengolah: muhammad iqbal)

Pandangan Mini Fraksi:

1. Hanura

Memaksimalkan peran TNI dalam membantu penanggulangan terorisme dan tetap memperkuat peran Polri.

2. PDIP

Pemberantasan tindak pidana terorisme harus menjunjung tinggi nilai HAM.

3. Nasdem

Mendukung pencabutan paspor kepada warga negara yang terlibat terorisme.

4. Golkar

Hak-hak kompensasi korban terorisme penting untuk ditunaikan.

5. PPP

Perlu definisi agar tindak pidana terorisme mempunyai pembeda yang jelas dengan tindak pidana umum.

6. Gerindra

Jangan sampai ada salah tangkap lagi ke depan selepas pemberlakuan revisi UU Antiterorisme.

7. PKS

Revisi UU Antiterorisme harus membuat kompak aparat penegak hukum dan TNI dalam penanganan terorisme.

8. Demokrat

Mendukung upaya pemberantasan terorisme sepanjang dilakukan secara proper, profesional, akuntabel, dan mengedepankan prinsip-prinsip penegakan hukum dan tidak melanggar HAM.

9. PKB

Meskipun tetap menyetujui definisi terorisme alternatif satu, tetapi sebagai wujud musyawarah mufakat menyepakati definisi terorisme alternatif dua.

10. PAN

Meminta koordinasi untuk mewaspadai ancaman terorisme lintas negara.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement