REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) menurunkan tim reaksi cepat terkait tindak terorisme beberapa waktu ke belakang. Setidaknya sudah ada delapan orang yang mengajukan permohonan perlindungan ke LPSK dari serangan yang terjadi di Surabaya.
"Terkait serangan teroris di Mako Brimob dan Surabaya sendiri, LPSK langsung menurunkan tim reaksi cepat," ujar Ketua LPSK Abdul Haris Semendawai dalam konferensi pers di kantor LPSK, Jakarta Timur, Rabu (23/5).
Dengan diturunkannya tim itu, LPSK menemui tiga orang polisi yang menjadi korban secara langsung dan seorang istri polisi yang tewas. LPSK bersama dengan Densus 88 akan bekerja sama untuk melakukan pelayanan terhadap korban-korban tersebut.
Sementara itu, untuk korban aksi teror di Surabaya, LPSK sudah mendata sebanyak 47 korban luka-luka dan delapan orang korban tewas. Angka tersebut di luar anak pelaku bom yang mengalami luka-luka sebanyak tujuh orang. Dari jumlah tersebut, sudah ada delapan orang yang mengajukan permohonan perlindungan ke LPSK.
"Untuk korban lain tidak menutup ke depannya akan dilindungi dan diberi layanan dari LPSK. Termasuk kami juga mengkaji apakah mungkin dijadikan saksi dalam kasus ini," tutur Wakil Ketua LPSK Hasto Atmojo Suroyo yang duduk di sebelah Semendawai.
Dalam beberapa pekan ke belakang, terjadi serentetan aksi teror di beberapa lokasi di Indonesia. Bermula pada kerusuhan di Rutan Salemba Cabang Mako Brimob, Kelapa Dua, Depok, berlanjut ke serangan teror bom bunuh diri di Surabaya yang dilakukan oleh satu keluarga dan menyasar tiga gereja di sana.
Selanjutnya, serangan bom bunuh diri kembali terjadi, kali ini di Mapolrestabes Surabaya. Kemudian, teror lagi-lagi terjadi di Sidoarjo, Mapolda Riau, dan terakhir di Jambi pada kemarin malam.