Ahad 20 May 2018 18:51 WIB

Menkominfo: 9.500 Situs Sebar Radikalisme Segera Diblokir

Sebelumnya, Kemekominfo telah memblokir 2.528 situs terkait radikalisme.

Menkominfo Rudiantara,di Istana Negara. Senin (5/3).
Foto: Republika/Debbie Sutrisno
Menkominfo Rudiantara,di Istana Negara. Senin (5/3).

REPUBLIKA.CO.ID, BATANG -- Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo) Rudiantara menyatakan bahwa sekitar 9.500 situs yang menyebarkan radikalisme sedang dalam proses verifikasi untuk diblokir. Sebelumnya, Kemekominfo telah memblokir 2.528 situs terkait radikalisme.

"Ada 2.528 yang sampai tengah malam (sudah diblokir) dan 9.500-an yang masih dalam proses verifikasi. Saya yakin jumlahnya kini sudah lebih," kata Rudiantara di Batang, Jawa Tengah, Ahad (20/5) sore.

Rudiantara mengatakan, Kementerian Kominfo hanya bertugas melakukan penindakan pada dunia maya. Sedangkan, penindakan nyata akan dilakukan oleh penegak hukum atau Polri.

"Jadi kami paralel bersama dengan Polri karena penindakan nyatanya dilakukan oleh penegak hukum. Adapun pencegahannya harus dilakukan oleh masyarakat mulai dari keluarga, sekolah, dan lingkungan." katanya.

Menurut dia, saat ini sudah ribuan media yang menyebarkan berita provokatif telah diblok oleh Kementerian Komunikasi dan Informatika. Seperti halnya pada situs Al Fatihin, kata dia, Kementerian Kominfo juga telah memblokir karena media itu bertentangan dengan keberadaan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).

"Keberadaan saya adalah tidak bisa melakukan penegakan hukum. Adapun situs yang diblokir adalah sebagian besar berasal dari Facebook, Instagram serta Youtube," katanya.

Rudiantara meminta kepada masyarakat dan media turut serta membantu dengan memberikan informasi jika menemukan situs yang berkonten radikal. "Yang pasti pemerintah terus memperketat pengawasan di dunia maya dan akan langsung memblokir situs radikal. Kominfo dan Polri akan terus menyisir, berpatroli bersama," katanya.

Sebelumnya, tenaga ahli Kemenkominfo, Donny Budi Utoyo mengakui, media sosial bisa menjadi sarana mendorong proses seseorang menganut radikalisme dan terorisme. "Proses mendorong orang untuk menjadi radikal, sangat mungkin terjadi di media sosial," kata Donny, dalam diskusi Forum Merdeka Barat (FMB) 9 bertema 'Cegah dan Perangi Aksi Terorisme' di Kemenkominfo, Jakarta, Rabu (16/5).

Ia mengatakan, terkadang banyak orang tidak sadar sedang mengakses situs yang menyebarkan paham radikalisme atau terorisme. Sebab, tidak sedikit konten-kontennya dikemas dengan sangat bagus dan menyentuh.

Ia mencontohkan, sekitar dua tahun lalu ada sebuah video dengan sinematografi yang bagus di Youtube berjudul Ayahku Teladanku. Ia mengatakan, video tersebut menceritakan film dokumenter tentang pelatihan perang terhadap anak usia pelajar menengah pertama. Film berdurasi sekitar 30 menit itu diawali kegiatan baris-berbaris dan beladiri yang dilakukan anak-anak.

Kemudian, anak-anak yang selesai berlatih itu dikumpulkan dalam beberapa kelompok untuk memburu musuh. Seseorang telah menyiapkan seorang warga negara asing berkulit putih sebagai target dalam rumah kosong. Target tersebut ditempatkan pada satu titik dengan kondisi mata tertutup. Kemudian, anak-anak yang menemukan target harus mengeksekusinya.

"Ternyata, ini video ISIS. Menariknya, sudah ada terjemahan bahasa Indonesianya," ujar Donny.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement