REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA--Wakil Ketua Panitia Khusus Revisi Undang-undang Antiterorisme Supiadin Aries sepakat jika definisi terorisme harus ada dalam Revisi Undang undang Nomor 15 Tahun 2003 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme. Itu kata Supiadin lantaran adanya definisi untuk memperjelas sasaran dari Revisi UU Antiterorisme.
"Definisi ini memang harus. Karena dengan definisi kita tau sasaran apa. Karena kalau tanpa definisi itu akan menyasar ke orang-orang yang tertentu saja, kita tidak nggak mau itu menyasar ke kelompok-kelompok tertentu," ujar Supiadin saat hadir dalam diskusi bertajuk 'Never Ending Terrorist di Cikini, Menteng, Jakarta, Sabtu (19/5).
Karena itulah poin definisi tersebut menjadi salah satu perdebatan dalam pembahasan Revisi UU Antiterorisme. Namun, perdebatan yang terjadi poin definisi terkait masuknya unsur motif politik dan ideologi dalam kategori definisi terorisme.
Terkait hal itu, ia menilai fraksinya sepakat jika definisi terorisme yang didalamnya terdapat unsur motif politik, ideologi, dan ancaman keamanan negara masuk di Revisi UU namun dalam bagian penjelasan.
"Masalah ideologi itu penting memang dalam definisi, nanti ideologi itu akan masuk dalam penjelasan. Bahwa definisi itu ujung-ujungnya mempunyai motif dan tujuan tertentu," kata Supiadin.
Namun Supiadin memastikan pembahasan Revisi UU Antiterorisme bisa segera selesai karena sudah tidak ada perbedaan substansi dalam Revisi UU tersebut. Rencananya, rapat pembahasan lanjutan Revisi UU Antiterorisme dilakukan pada Rabu (23/5) mendatang.
"Alhamdulilah kita sudah sepakat. substansinya sudah clear," ujarnya.
Pada kesempatan yang sama, mantan terpidana terorisme Yudi Zulfachri mengkritisi tidak masuknya unsur ideologi dalam definisi terorisme di UU Nomor 15/2003. Padahal kata Yudi, ideologi sebagai kerangka awal untuk mendeteksi dan menindak para pelaku terorisme.
"Ideologi dalam definisi terorisme ini untuk membedakan terorisme dengan kriminal biasa, ideologi akan tahu untuk tujuannya dan ideologi itu kerangka awal. Tapi ideologis dalam UU 15 /2003 itu tidak tersentuh," ujar Yudi.
Sebelumnya, penyelesaian Revisi UU Antiterorisme diketahui menyisakan satu perdebatan terkait definisi terorisme. Ada dua opsi terkait definisi terorisme antara pihak yang mendukung frasa motif politik, ideologi dan ancaman keamanan negara dimasukkan dalam batang tubuh UU dengan faksi yang mendukung frasa tersebut tidak dimasukkan dalam pasal namun dituangkan dalam bab penjelasan.
Adapun fraksi partai pendukung pemerintah setelah rapat dengan Menteri Koordinator bidang Politik Hukum dan Keamanan Wiranto pekan lalu telah menyepakati agar frasa motif politik, ideologi dan ancaman keamanan negara tidak memasukkan frasa-frasa tersebut didalam pasal tetapi menempatkannya di dalam bab penjelasan umum.
Sementara, fraksi di luar pemerintahan sejauh ini menyepakati frasa definisi tersebut dimasukkan dalam pasal UU. Namun ia berharap opsi tersebut bisa disepakati melalui musyawarah mufakat di tingkat pansus.