Jumat 18 May 2018 21:11 WIB

Korban Bom Surabaya Dapat Santunan BPJS-TK

Enam bulan pascakecelakaan, 100 persen gaji pekerja akan dibayar oleh BPJS-TK.

Red: EH Ismail
Direktur Pelayanan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Ketenagakerjaan (BPJS-TK) Krishna Syarif (ketiga dari kiri) mengunjungi salah satu korban serangan bom bunuh diri di RS William Booth Surabaya, Jawa Timur, Jumat (18/5).
Foto: Humas BPJS Ketenagakerjaan.
Direktur Pelayanan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Ketenagakerjaan (BPJS-TK) Krishna Syarif (ketiga dari kiri) mengunjungi salah satu korban serangan bom bunuh diri di RS William Booth Surabaya, Jawa Timur, Jumat (18/5).

REPUBLIKA.CO.ID, SURABAYA – Para korban tragedi bom Surabaya, Jawa Timur mendapatkan kunjungan langsung dari Direktur Pelayanan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Ketenagakerjaan (BPJS-TK) Krishna Syarif, Jumat (18/5). Krishna mengunjungi dua korban yang merupakan peserta BPJS-TK yang kini masih menjalani perawatan di rumah sakit.

Menurut Krishna, BPJS-TK sudah melakukan aksi cepat dengan mengidentifikasi para korban rangkaian serangan bom bunuh diri yang terjadi di Surabaya pada Ahad (13/5) lalu. “Hasil identifikasi, dari 18 korban meninggal dunia dan 35 korban luka-luka, ada empat korban yang merupakan peserta aktif yang terdaftar di BPJS Ketenagakerjaan,” kata Krishna di Surabaya.

Dia melanjutkan, kejadian yang menimpa para korban tergolong dalam kecelakaan kerja lantaran mereka terluka saat masih menjalankan tugas atau selesai bertugas pada saat peristiwa nahas itu terjadi. “Tentunya, kita akan bertanggung jawab dalam memberikan jaminan kecelakaan kerja pada korban. Tak tanggung-tanggung, kita akan memberikan jaminan perawatan sampai sembuh dan bekerja kembali,” ujar Krishna.

Krishna menerangkan, BPJS-TK akan menanggung seluruh biaya pengobatan para korban tersebut sampai yang bersangkutan bisa kembali bekerja. BPJS-TK juga tidak memberikan batasan jenis tindakan medis yang diperlukan agar para korban bisa pulih dan kembali aktif bekerja.

Selain itu, kata Krishna, para korban juga akan menerima santunan sementara sebagai bagian dari program Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK) Return to Work. Program tersebut berupa pembayaran upah/gaji para peserta selama para korban bom itu tidak mampu melaksanakan pekerjaan sehari-harinya. Santunan yang akan diterima berupa 100 persen pembayaran gaji peserta selama enam bulan pertama, 75 persen pembayaran gaji peserta selama enam bulan kedua, dan 50 persen pembayaran gaji peserta dalam enam bulan ketiga.

“Ini merupakan bukti nyata negara hadir di tengah masyarakat dan betapa pentingnya memiliki jaminan sosial guna persiapan terjadinya risiko sosial yang bisa terjadi di mana pun dan kapan pun,” kata Krishna.

Dia menyatakan, setelah pulih dari luka-luka yang dialami, para korban juga akan didampingi oleh BPJS-TK untuk bisa kembali bekerja di tempatnya semula. Jika pun atas kondisi pascaluka mengakibatkan korban tidak bisa melakukan pekerjaan yang ditangani sebelumnya, maka para korban itu akan mendapatkan pekerjaan yang sesuai dengan kondisi mereka.

Adapun dua korban bom peserta BPJS-TK yang mendapatkan kunjungan langsung Krishna adalah Yesaya Bayang (40 tahun) dan Siti Mukarimah (25). Yesaya yang kini masih menjalani perawatan di RSAL Dr Ramelan Surabaya adalah petugas keamanan yang sedang bertugas mengamankan jalannya misa pagi di GKI Diponegoro.

Yesaya menjadi salah satu korban selamat dalam peristiwa bom bunuh diri di GKI Diponegoro. Yesaya pulalah yang mencegah seorang perempuan, yang belakangan diketahui sebagai bomber, yang membawa dua orang anak masuk ke pekarangan gereja. Kendati berhasil menyelamatkan puluhan jemaat GKI Diponegoro, nahas bagi Yesaya karena terkena ledakan dari sebuah tas yang dijinjing perempuan pelaku. Tas itu meledak hingga dua kali persis ketika Yesaya berada sangat dekat dengan pelaku.

Yesaya pun segera dilarikan oleh rekannya ke RS William Both yang kemudian segera dipindahkan ke RSAL Dr Ramelan karena kondisi yang cukup parah dan membutuhkan perawatan yang lebih intensif.

Kepala RSAL Dr Ramelan Surabaya Laksamana Pertama TNI IDG Nalendra Djaya Iswara menerangkan, tindakan pun segera diambil oleh tim medis RSAL dengan mengangkat material bom di paha kanan dan tangan kanan serta pembersihan luka serta jahit di area muka dan telinga.

“Saat ini, kondisi korban sudah membaik kendati masih harus menjalani pengobatan berupa rekonstruksi tulang lengan dan kaki yang hancur serta bedah plastik di wajah,” kata Nalendra.

Di hari yang sama, di Gereja Pantekosta Pusat Surabaya di Jalan Arjuno terjadi pula ledakan yang berasal dari mobil jenis Toyota Avanza yang merangsek masuk ke dalam pekarangan gereja. Siti, seorang perawat RS William Booth yang baru menyelesaikan kerja shift malamnya terjebak berada persis di belakang mobil yang digunakan untuk meledakkan bom.

Seketika, Siti yang pagi itu hendak kembali ke rumah harus tersungkur dari sepeda motor yang digunakannya. Pada saat kejadian, Siti sedang mengandung anak ketiganya dalam usia 5 bulan.

“Luka yang diderita hampir menghilangkan harapan hidup janin dan sang ibu yang sedang berjuang merawatnya,” ujar Direktur RS William Booth Surabaya dr TB Rijanto. Sampai saat ini, Siti masih menjalani perawatan di RS Willian Booth.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement