Jumat 18 May 2018 09:28 WIB

Mengapa Jenazah Teroris Ditolak?

Penolakan jangan sampai terjadi ke eks narapidana teroris yang ingin berubah.

Rep: Farah Noersativa/ Red: Teguh Firmansyah
Polisi berjaga saat berlangsung penggeledahan di rumah terduga teroris di kawasan Dukuh Pakis, Surabaya, Jawa Timur, Kamis (17/5).
Foto: Antara/Zabur Karuru
Polisi berjaga saat berlangsung penggeledahan di rumah terduga teroris di kawasan Dukuh Pakis, Surabaya, Jawa Timur, Kamis (17/5).

REPUBLIKA.CO.ID,  JAKARTA -- Jenazah teroris yang melancarkan serangan di Surabaya belum diambil oleh keluarganya. Tak hanya itu, menurut keterangan polisi, Kamis (17/5), tak ada satu pun keluarga yang menghubungi petugas untuk mengakui jasad-jasad tersebut.

Di Riau, jenazah keempat terduga teroris juga masih disemayamkan di RS Bhayangkara pada Jumat (18/5). Polisi masih menunggu konfirmasi dari keluarga dan melakukan proses identifikasi.

Ketua PP Pemuda Muhammadiyah, Dahnil Anzar, menilai fenomena tak diterimanya jenazah pelaku teror oleh warga tempat asal pelaku merupakan sebuah bentuk reaksi sosial berupa penolakan dan pengungkapan kemarahan dari warga.

“Sebenarnya ini kan sebagai ungkapan kemarahan warga, di sisi lain itu jadi aib keluarga terdekat. Di sisi lain itu juga menjadi aib lingkungan tempat tinggal dia. Sehingga, ada reaksi sosial seperti penolakan dan semacamnya,” kata Dahnil saat dihubungi Republika.co.id, Kamis (17/5).

Dahnil mengatakan, penolakan itu bisa dikatakan sebagai hukuman sosial yang ditunjukkan oleh masyarakat.  Ada ekspresi bahwa kedatangan pelaku terorisme ke kampung halamannya adalah sebuah aib.

Namun, dia menekankan, Islam mengajarkan adanya hukum fardhu kifayah untuk menguburkan jenazah. “Dalam Islam, tentu jenazah harus segera dikebumikan, dishalatkan minimal oleh keluarga karena hukumnya fardhu kifayah. Terlepas seperti apa mereka,” ungkap Dahnil.

 

photo
Ketua Umum PP Pemuda Muhammadiyah Dahnil Anzar Simanjuntak

Dia juga menilai, penolakan itu jangan sampai terjadi juga kepada eks narapidana terorisme (napiter) yang masih hidup dan ingin berubah untuk memperbaiki diri. Dia lalu mencontohkan adanya eks napiter yang ditolak pada saat membaur dengan masyarakat, yang terjadi di Samarinda, Kalimantan Timur.

Dia mengatakan, bila tetap dijauhi dan tak diterima, justru malah akan membuat mereka benci dengan masyarakat dan menimbulkan dendam di diri eks napiter itu.

“Tapi saya mengimbau dari sisi napiter yang masih hidup yang ingin berubah, saya pikir mudah-mudahan ini tidak akan terjadi. Sehingga, napiter-napiter itu memiliki kesempatan untuk mengubah diri. Kita bisa merangkul mereka, memberikan pemahaman agama yang benar,” ungkapnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement