REPUBLIKA.CO.ID, SURABAYA -- Kepala Kepolisian Daerah Provinsi Jawa Timur Irjen Machfud Arifin mengimbau keluarga para pelaku pelaku teror agar segera mendatangi Rumah Sakit Bhayangkara untuk dicocokkan DNA dan mengambil jenazah yang bersangkutan. Saat ini 13 jenazah pelaku teror bom di Surabaya dan Sidoarjo masih berada di RS Bhayangkara.
"Para pelaku yang meninggal dunia sudah dihubungi keluarganya tapi sampai sekarang atau hari kelima setelah aksi teror belum diambil," kata Machfud di Mapolda Jatim, Kamis (17/5).
Machfud pun menegaskan pihak kepolisian sudah berusaha menginformasikan kepada keluarga pelaku teror untuk segera menjalani proses pengambilan jenazah. Namun belum ada satu orang pun dari pihak keluarga yang mendatangi RS Bhayangkara untuk menjalani proses pengambilan jenazah.
Machfud kemudian memberi waktu kepada keluarga, jika ingin melakukan pengambilan jenazah pelaku teror agar melakulannya dalam waktu tiga hari ke depan. Menurutnya, jika dalam waktu tiga hati tak kunjung ada keluarga yang mengambil jenazah, maka akan dimakamkan di pemakaman umum.
"Kami imbau tiga hari. Kalau pihak keluarga tidak mau mengambil terpaksa akan dimakamkan tempat pemakaman umum. Ini sudah selesai untuk proses penyelidikan," ujar Machfud.
Machfud menambahkan, dari ke-13 jenazah itu, kondisinya saat ini sudah dimandikan, namun belum dikain kafani. Artinya, jija dalam tiga hari kedepan jenazah tersebut tak kunjung ada yang mengambil, maka akan langsung dikafani dan dikuburkan sesuai ajaran agama yang bersangkutan.
Sementara itu dari 13 jumlah korban akibat serangan teror, 12 jenazah sudah diserahkan kepada keluarga. Artinya, tinggal satu jenazah yang diyakini atas nama Bayu yang belum diserahkan. Bayu menjadi korban dalam serangan bom di Gereja Santa Maria Tak Bercela, Ngagel.
"Kita yakinkan yang bersangkutan adalah saudara Bayu. Jenazahnya tidak utuh hanya serpihan-serpihan," ujar Machfud.
(Baca juga: Ikadi: Jenazah Terduga Teroris Tetap Harus Diurus)
Ketua Umum Ikatan Dai Indonesia (Ikadi) Prof Ahmad Satori Ismail menganjurkan masyarakat untuk tidak gegabah menolak jenazah terduga teroris yang melakukan rangkaian aksi kemarin. Baik insiden di Rutan Mako Brimob Kelapa Dua, Depok, maupun bom bunuh diri di Surabaya dan kejadian di rusunawa Sidoarjo.
Hakikatnya, umat Islam memiliki kewajiban untuk mengurus jenazah umat Islam lainnya. Ketika mereka meninggal, masyarakat sekitar harus memandikan, mengafani, menshalatkan, higga menguburkan.
"Hukumnya fardu kifayah atau wajib dilakukan, di mana jika sudah dilakukan oleh muslim lain maka kewajiban gugur. Kalau bukan umat Islam terdekatnya, siapa lagi yang mengurusi," ujar Satori ketika dihubungi Republika.co.id, Kamis (17/5).
Mengurusi jenazah terduga teroris ini tidak pandang bulu sebab masyarakat juga belum mengetahui latar belakang mereka. Apakah para pelaku bom bunuh diri dan insiden Mako Brimob ini benar-benar pihak yang melakukan teror atau hanya suruhan. Menurut Satori, masih banyak kemungkinan yang harus dipastikan terlebih dahulu.
Namun, tidak lantas jenazah terduga teroris dibiarkan begitu saja seraya menunggu kepastian dari pihak berwenang. Sebab, proses ini tentu akan memakan waktu yang tidak sebentar.
"Maka dari itu, saya imbau kepada umat Islam terdekat, baik itu tetangga maupun keluarga terduga teroris, untuk segera mengurus jenazah," ucap Satori.