Kamis 17 May 2018 15:12 WIB

Dita Disebut Keponakan Tersangka Bom Bali 1

Serangan teroris di Surabaya dan Riau dinilai berawal dari insiden di Mako Brimob.

Rep: Ronggo Astungkoro/ Red: Teguh Firmansyah
Rombongan mobil ambulan keluar dari Polrestabes Surabaya, Jawa Timur, Senin (14/5).
Foto: Antara/Didik Suhartono
Rombongan mobil ambulan keluar dari Polrestabes Surabaya, Jawa Timur, Senin (14/5).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Direktur Lingkar Perdamaian Ali Fauzi Manzi menuturkan, pelaku bom bunuh diri di Surabaya, Dita Supriyanto, masih berkaitan dengan orang yang terlibat dalam jaringan Bom Bali 1. Ia merupakan keponakan dari Sukastopo yang ditangkap kepolisian pada akhir 2002.

"Bisa tanya ke Pak Tito Karnavian. Ini hubungannya dengan orang-orang ini apa? Dita sesungguhnya keponakan dari Pak Sukastopo," ujar Ali seraya menunjukkan foto keduanya dalam diskusi di Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Jakarta Selatan, Kamis (17/5).

photo
Polisi berjaga di depan sebuah rumah usai penangkapan terduga teroris di kawasan Dukuh Pakis, Surabaya, Jawa Timur, Selasa (15/5).

Ali menjelaskan, Sukastopo ditangkap kepolisian pada akhir 2002 karena tergabung ke dalam jaringan Bom Bali 1. Karena itu, ia berpendapat, teroris akan melahirkan teroris pula. Kemudian, ia menerangkan foto lainnya, yakni anak dari Sukastopo yang turut ditangkap pada 2002 itu.

"Juga ditangkap pada 2002 karena keterlibatan dengan Bom Bali 1. Ini jaringan lama (Sukastopo), membuat jaringan baru (Dita)," kata dia.

Lebih lanjut, mantan kepala Instruktur Perakitan Bom Jamaah Islamiyah Jawa Timur itu mengatakan, kasus yang terjadi di Mako Brimob, Depok, merupakan pemicu bagi jaringan teroris untuk melakukan serangan. Serangan yang sifatnya dadakan dengan dalil berjihad untuk membela kehormatan. "Kenapa? Isu yang menyebar di kalangan mereka bukan tentang nasi bungkus. Bukan karena logistik," tuturnya.

Ia juga mengungkapkan, Surabaya menjadi sasaran pengeboman karena kota tersebut termasuk kota besar yang levelnya tak jauh dengan Jakarta. Dengan dilakukannya serangan di sana, diharapkan akan berdampak di kota-kota lainnya yang ada di Indonesia. "Jadi, pemantik konflik untuk wilayah lainnya dan kemudian berhasil. Di Riau," katanya.

Jawa Timur diguncang serangan teror selama dua hari berturut-turut. Serangan pertama dilakukan oleh satu keluarga di tiga buah gereja di Surabaya pada Ahad (13/5) pagi. Akibatnya, 43 orang mengalami korban luka-luka dan 18 orang meninggal dunia. Enam di antaranya merupakan pelaku bom bunuh diri.

Pada hari yang sama ledakan juga terjadi di sebuah kamar di rusun Wonocolo, Sidoarjo, Ahad (14/5) malam. Tiga orang meninggal dunia di lokasi kejadian. Selanjutnya, penyerangan kembali terjadi menyasar Mapolresta Surabaya pada Senin (14/5). Akibatnya empat orang meninggal dunia dan 12 lainnya luka-luka.

Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia Jenderal Pol Tito Karnavian mengungkapkan, pelaku penyerangan bom di Mapolrestabes Surabaya pada Senin (14/5) merupakan satu keluarga. Pelaku terdiri atas lima orang yang menjalankan aksinya menggunakan dua sepeda motor.

Tito menjelaskan, dari kelima pelaku tersebut, salah satu di antaranya adalah anak kecil. Beruntung, anak kecil tersebut bisa diselamatkan, sementara empat pelaku lainnya meninggal dunia. Pelaku, kata Tito, masih merupakan jaringan dari Jamaah Ansharud Daulah (JAD).

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement