Rabu 16 May 2018 00:32 WIB

Dekan UGM: Pelibatan TNI dalam Pemberantasan Terorisme Tepat

Revisi UU Terorisme hingga kini belum selesai dibahas DPR dan pemerintah.

Personel Brimob bersiaga saat dilakukannya penggeledahan oleh Tim Densus 88 di kediaman terduga pelaku bom bunuh diri Polrestabes Surabaya, di Tambak Medokan Ayu, Surabaya, Jawa Timur, Selasa (15/5).
Foto: Antara/Didik Suhartono
Personel Brimob bersiaga saat dilakukannya penggeledahan oleh Tim Densus 88 di kediaman terduga pelaku bom bunuh diri Polrestabes Surabaya, di Tambak Medokan Ayu, Surabaya, Jawa Timur, Selasa (15/5).

REPUBLIKA.CO.ID, YOGYAKARTA -- Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Gadjah Mada (UGM), Erwan Agus Purwanto mengatakan, rencana pelibatan peran Tentara Nasional Indonesia (TNI) dalam penanganan terorisme yang diatur dalam Revisi Undang-Undang tentang Terorisme dinilai sudah tepat. "Pelibatan TNI tepat yang penting mekanisme dan eskalasi kasus yang bisa ditangani harus diatur dengan jelas," kata Erwan di Yogyakarta, Selasa (15/5).

Menurut Erwan, kasus terorisme dengan eskalasi besar serta memiliki cakupan wilayah yang luas tidak cukup hanya ditangani oleh kepolisian, melainkan perlu didukung peran TNI. "Contohnya seperti (kasus terorisme) yang terjadi di Poso, menurut saya memang dalam kondisi cakupan wilayah yang besar seperti itu membutuhkan peran TNI," kata dia.

Agar pengaturan peran TNI dalam penanganan kasus terorisme bisa segera diimplementasikan, menurut Erwan, Revisi Undang-Undang (RUU) tentang Terorisme harus segera dituntaskan. Wacana mengenai penerbitan Peraturan Presiden Pengganti Undang-Undang (Perppu) Terorisme, kata dia, cukup menjadi pendorong agar DPR segera mengesahkan regulasi yang telah diusulkan oleh pemerintah sejak 2016 itu.

"Sekarang 'bola'-nya memang ada di DPR karena pemerintah telah menyerahkan drafnya ke DPR. Tetapi saya melihat sudah ada itikad dari DPR untuk secepatnya mengesahkan," kata dia.

Erwan mengatakan, RUU tentang Terorisme menjadi hal yang mendesak untuk segera dituntaskan karena akan menjadi payung hukum penting bagi pemangku kepentingan yang akan terlibat mencegah terorisme dan radikalisme. Tanpa payung hukum itu, menurut Erwan, kasus-kasus teror bom seperti yang terjadi di Surabaya dan Sidoarjo, Jawa Timur, secara beruntun itu masih memiliki potensi terjadi dan sulit dicegah.

"Dengan UU Terorisme itu, maka aparat memiliki payung hukum untuk menyadap atau mencegah tindakan-tindakan yang berpotensi mengarah ke aksi teror, misalnya sipil yang melakukan latihan paramiliter, dan lainnya," kata dia.

Baca: Revisi UU Terorisme Mandek, DPR-Pemerintah Saling Bantah.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement