Senin 14 May 2018 18:53 WIB

Diperiksa KPK, Yorrys Ditanya Soal Uang dari Fayakun

Yorrys diperiksa sebagai saksi untuk tersangka Fayakun Andriadi.

Politisi Partai Golkar Yorrys Raweyai  usai menjalani pemeriksaan di gedung KPK, Jakarta, Senin (14/5).
Foto: Republika/Iman Firmansyah
Politisi Partai Golkar Yorrys Raweyai usai menjalani pemeriksaan di gedung KPK, Jakarta, Senin (14/5).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Politikus Partai Golkar Yorrys Raweyai mengaku dikonfirmasi oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) soal pemberian uang sebesar Rp1 miliar dari anggota DPR RI periode 2014-2019 asal Fraksi Golkar Fayakhun Andriadi. Yorrys diperiksa sebagai saksi terkait kasus suap pembahasan dan pengesahan Rencana Kerja dan Anggaran Kementerian/Lembaga (RKAKL) dalam APBN-P 2016 untuk Bakamla RI.

"Dari laporan Fayakhun dalam pemeriksaan dia bahwa dia ada memberikan uang kepada beberapa orang di antaranya saya. Dalam rangka apa tentunya, dia katakan dalam rangka proses dia untuk menjadi Ketua Golkar DKI bulan April (2017) tetapi kejanggalannya bahwa uang itu diserahkan ke saya bulan Juni. Ini kan tidak masuk logika," kata Yorrys seusai menjalani pemeriksaan di gedung KPK, Jakarta, Senin (14/5).

KPK pada Senin memeriksa Yorrys sebagai saksi untuk Fayakhun yang telah ditetapkan sebagai tersangka kasus suap terkait pembahasan dan pengesahan Rencana Kerja dan Anggaran Kementerian/Lembaga (RKAKL) dalam APBN-P 2016 untuk Bakamla RI.

"Sekarang gini, dia minta dukungan kepada saya untuk mendukung jadi Ketua Golkar DKI bulan April tetapi uang yang dia kasih ke saya Rp1 miliar itu bulan Juni. Anda minta dukungan, masa bayar setelah jadi sekian bulan? Itu kan tidak mungkin. Jadi, secara logika itu tidak mungkin dan saya tanya, kira-kira berupa apa rupiah, dolar atau apa tidak ada yang tahu," ujarnya.

Menurutnya, KPK berdasarkan keterangan Fayakhun bahwa ada beberapa nama juga yang diduga turut menerima uang untuk dukungan pencalonan Fayakhun tersebut. "Jadi KPK cuma mengatakan bahwa ada beberapa nama yang disebutkan seperti Pak Idrus kemudian ada Pak Freddy tetapi memang menurut tadi penyidik bagus karena ini disebut, dia hanya mau untuk konfirmasi karena takutnya kalau sampai dì persidangan kan nanti jadi persoalan baru kan," katanya.

Ia pun mengungkapkan bahwa berdasarkan keterangan Fayakhun bahwa uang tersebut diantar oleh sopir Fayakhun yang bernama Agus. "Terus yang kasih itu sopir dia namanya Agus. Agus diserahkan kepada orang saya, ajudan saya katanya atau supir. Saya tanya siapa, supir saya ada dua, ajudan saya ada dua yang mana? Tidak tahu juga katanya," ucap Yorrys.

Namun, ia mengaku tidak menerima uang sebesar Rp1 miliar tersebut. "Saya bilang, terima dari mana, tidak tahu ya kan. Apalagi saya tidak punya kedekatan khusus dengan Fayakhun. Apalagi dalam konteks menjadikan dia sebagai Ketua Golkar DKI. Tidak ada konteksnya sama sekali," ungkap Yorrys.

Dalam pemeriksaan itu, Yorrys juga mengaku dikonfirmasi oleh penyidik soal proses pembahasan anggaran untuk Bakamla RI. Untuk diketahui, Yorrys pernah duduk di Komisi I DPR RI.

"Bakamla, tadi ya ada singgung sedikit. Saya bilang paling gampang itu kalau anda ikuti, kalau di internal Golkar panggil Ketua Banggar," ujarnya.

Saat itu, kata dia, yang mejabat sebagai Ketua Badan Anggaran adalah Kahar Muzakir. "Kahar kan Ketua Banggar pada saat itu kemudian Bendahara Fraksi kan yang kemudian menjadi Bendahara Umum, saudara Robert Kardinal. Karena kalau menyangkut uang dari anggaran itu kan mengalirnya kan ke situ, Banggar, Ketua Fraksi, Bendahara Fraksi. Itu yang paling tahu persis mengenai bagaimana mekanisme-mekanisme," tuturnya.

KPK telah menetapkan Fayakhun Andriadi sebagai tersangka dalam kasus tersebut pada 14 Februari 2018. Fayakhun diduga menerima hadiah atau janji padahal diketahui atau patut diduga bahwa dia atau janji tersebut diberikan untuk menggerakkan akan melakukan atau tidak melakukan sesuatu dalam jabatannya yang bertentangan dengan kewajibannya terkait dengan proses pembahasan dan pengesahan RKAKL dalam APBN Tahun 2016 yang akan diberikan kepada Bakamla RI.

Fayakhun disangkakan menerima uang senilai Rp12 miliar dan 300 ribu dolar AS ketika masih menjabat sebagai anggota Komisi I DPR. Saat ini, ia sudah tidak lagi berada di komisi tersebut, tapi duduk di Komisi III yang bermitra dengan KPK.

Fayakhun diduga menerima "fee" atau imbalan atas jasa memuluskan anggaran pengadaan satelit monitoring di Bakamla pada APBN tahun anggaran 2016 sebesar 1 persen dari total anggaran Bakamla senilai Rp1,2 triliun atau senilai Rp12 miliar dari tersangka Fahmi Darmawansyah melalui anak buahnya M Adami Okta secara bertahap sebanyak empat kali.

Selain itu, Fayakhun juga diduga menerima uang sejumlah 300 ribu dolar AS. Fayakhun disangkakan melanggar 12 huruf a atau pasal 12 huruf b atau pasal 11 UU No. 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU No. 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.

Pasal itu mengatur mengenai pegawai negeri atau penyelenggara negara yang menerima hadiah, padahal diketahui atau patut diduga bahwa hadiah tersebut diberikan sebagai akibat atau disebabkan karena telah melakukan atau tidak melakukan sesuatu dalam jabatannya yang bertentangan dengan kewajibannya dengan hukuman minimal 4 tahun penjara dan maksimal 20 tahun penjara dan denda paling sedikit Rp200 juta dan paling banyak Rp1 miliar.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement