Senin 14 May 2018 06:01 WIB

Psikolog: Teroris Perempuan Lebih Militan

Psikolog berpendapat teroris perempuan cenderung sangat setia dan taat.

Rep: Sri Handayani/ Red: Ratna Puspita
Sejumlah sepeda motor terbakar sesaat setelah terjadi ledakan di Gereja Pantekosta Pusat Surabaya (GPPS), Surabaya, Jawa Timur, Minggu (13/5).
Foto: Antara/Humas Pemkot-Andy Pinaria
Sejumlah sepeda motor terbakar sesaat setelah terjadi ledakan di Gereja Pantekosta Pusat Surabaya (GPPS), Surabaya, Jawa Timur, Minggu (13/5).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pelibatan perempuan bukan hanya karena tak mudah dicurigai. Perempuan yang telah didoktrin berpotensi menjadi teroris yang lebih militan. Kedua kombinasi ini membuat aksi yang dilakukan perempuan lebih berhasil. 

"Sesuai dengan rencana induk pengembangan strategi yang disebut dari kelompok pendukung ISIS itu memang menggunakan perempuan sebagai senjata karena tingkat keberhasilannya lebih tinggi," kata psikolog dari Universitas Indonesia, Mira Noor Milla, yang mendalami masalah terorisme, saat dihubungi Republika, Ahad (14/5).

Mira mengatakan teroris perempuan cenderung sangat setia dan taat. Mereka juga memiliki pemikiran yang lebih tertutup dan sulit digoyahkan. 

Mereka cenderung lebih sulit diajak berdiskusi ketika sudah terjangkit pemahaman terorisme. "Kalau dia yakin suatu hal, tidak bisa dibelokkan lagi, dan emosinya terlibat di situ," kata Mira.

Mira menceritakan diskusinya dengan pelaku peledakan bom panci di depan Istana Negara pada Agustus 2017, Dian Yulia Novi. Mira meminta pendapat Dian tentang apa yang dilakukan suaminya.

“Saya tanya, ‘kamu gimana melihat suamimu yang nganter, mau nganter istrinya yang lagi hamil untuk meledakkan dirinya. Itu suami seperti apa?" tutur dia.

Mira mengatakan jawaban Dian ketika itu cukup mengagetkan. Mira menerangkan Dian berkata akan tetap pergi meski sang suami tidak mengantarkannya.

Mira berpendapat cerita di atas menunjukkan betapa setianya perempuan yang terlibat dalam aksi ketika menjaga keyakinannya. Sayangnya, dia melanjutkan, hal ini terkadang tidak disertai dengan daya kritis yang tinggi.

Dalam kasus Dian, Mira menceritakan perempuan itu tidak dibekali pengetahuan apapun tentang target lokasi yang akan diledakkan. Saat ditanya, Mira menerangkan, Dian mengaku tak tahu di mana letak Istana Negara. 

Menurut Mira, Dian juga tak memiliki pemetaan lokasi. Ia menambahkan, Dian hanya melaksanakan perintah dan petunjuk dari suaminya tanpa banyak bertanya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement