Senin 14 May 2018 01:31 WIB

Jaringan Teroris Ubah Strategi Gunakan Perempuan

ISIS bisa mendapatkan keuntungan ketika lone wolf dilakukan oleh perempuan.

Tim Inafis melakukan olah TKP di lokasi ledakan di Gereja Kristen Indonesia (GKI), Jalan Diponegoro, Surabaya, Jawa Timur, Minggu (13/5).
Foto: Antara/Didik Suhartono
Tim Inafis melakukan olah TKP di lokasi ledakan di Gereja Kristen Indonesia (GKI), Jalan Diponegoro, Surabaya, Jawa Timur, Minggu (13/5).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Jaringan teroris kelompok ISIS dinilai mulai mengubah dan menggeser strategi dengan menggunakan pelaku perempuan dalam aksi mereka. Bahkan, aksi teroris seorang diri atau lone wolf yang lazimnya dilakukan oleh laki-laki kini dilakukan oleh perempuan.

"Saya melihat ada pergeseran strategi jaringan teroris kelompok ISIS dalam melakukan aksi terorisme, termasuk di Indonesia," kata pengamat terorisme sekaligus Direktur The Islah Centre Mujahidin Nur di Jakarta, Ahad (13/5).

Ia mengamati aksi bom bunuh diri yang dilakukan oleh Puji Kuswanti di Surabaya. Selain itu, juga terhadap penangkapan dua perempuan, yakni Ditta Siska Millenia dan Siska Nurazizah, yang diduga akan melakukan penusukan anggota Mako Brimob.

Menurut dia, tanda-tanda pergeseran strategi itu sebenarnya sudah bisa dibaca beberapa bulan terakhir ini. Video-video propaganda yang dibuat oleh ISIS sering sekali memperlihatkan perempuan-perempuan melakukan pelatihan berbagai keahlian tempur, baik menembak, memanah, maupun berbagai kemampuan lapangan lainnya.

"Kelompok ISIS juga dalam beberapa bulan terakhir ini mendorong para perempuan yang berada di kelompok mereka untuk mengambil bagian dalam aksi-aksi teror di berbagai negara, termasuk di Indonesia," katanya.

Mujahidin mengatakan, perempuan yang akan melakukan penusukan seperti di Mako Brimob dan melakukan bom bunuh diri (women kamikaze) seperti di Surabaya merupakan fenomena yang sangat jarang terjadi. "Mungkin persentase bom bunuh dan terorisme secara global di mana pelakunya dilakukan oleh perempuan kurang dari 10 persen," katanya.

Selama ini, kata dia, dikenal berbagai istilah yang melibatkan peran perempuan, di antaranya, istilah black widows di Chechnya dan  black tiger di Srilanka. Bahkan, fenomena perempuan yang berperan aktif dalam teror juga terjadi pada kelompok teror Boko Haram di Nigeria.

Di Indonesia, ini merupakan hal baru yang dilakukan oleh kelompok ISIS, yakni bom bunuh diri dilakukan oleh perempuan seperti di Surabaya. “Saya pikir ke depan, perempuan menjadi bagian dalam aksi teror akan banyak terjadi, termasuk di Indonesia," katanya.

Sebagaimana di negara-negara lain, Mujahidin menduga umumnya perempuan yang bisa direkrut dan mau melakukan aksi teror atau bom bunuh diri, seperti terjadi di Mako Brimob dan Surabaya, sangat mungkin dipengaruhi oleh motivasi individual. Motivasi tersebut seperti balas dendam karena suaminya terbunuh pada aksi atau keterlibatan dalam terorisme dan suaminya dihukum karena tindakan terorisme.

Di sisi lain, dia mengatakan, bisa juga sebagai wujud kemarahan kelompoknya pada pemerintah. Alasan lain, merasa terisolasi atau termarginalkan hingga bisa juga perempuan melakukan bom bunuh diri untuk kepentingan kelompoknya.

"Bagi ISIS, mereka bisa mendapatkan beberapa keuntungan ketika lone wolf dengan melakukan bom bunuh diri ini dilakukan oleh perempuan," katanya.

Beberapa keuntungan itu, pertama, atensi atau pemberitaan media lebih maksimal ketika bom bunuh diri dilakukan oleh perempuan. Ia mengatkaan, atensi besar itu merupakan tujuan utama tindakan terorisme.

Kedua, apabila dapat memaksimalkan perempuan dalam aksi terorisme, mereka mempunyai jumlah combatant atau petempur lebih banyak lagi. Ketiga, pelaku teror perempuan lebih mudah melewati pemeriksaan keamanan di lapangan.

“Sehingga memudahkan aksi teror yang sudah direncanakan," kata Mujahidin.

 

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement