Rabu 09 May 2018 12:50 WIB

Dewan Dakwah Sesalkan Putusan PTUN Tolak Gugatan HTI

Pembubaran HTI dikhawatirkan melahirkan radikalisme di kalangan anak muda.

Rep: Kiki Sakinah/ Red: Karta Raharja Ucu
Hizbut Tahrir Indonesia (HTI)
Foto: Republika/Agung Supriyanto
Hizbut Tahrir Indonesia (HTI)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Umum Dewan Dakwah Islamiyah Indonesia (DDII) Mohammad Siddik menyesalkan putusan Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) yang menolak gugatan Hizbut Tahrir Indonesia (HTI). Ia juga menyesalkan cara pemerintah yang dinilainya tidak menyantuni dan merangkul masyarakat.

"Dewan Dakwah memang tidak sepaham dengan HTI. Namun, kita menyesalkan cara pemerintah yang membubarkan HTI. Hal itu tidak sesuai dengan undang-undang," kata Siddik, saat dihubungi Republika.co.id, Selasa (8/5).

Majelis hakim PTUN telah memutuskan menolak gugatan yang diajukan oleh eks organisasi HTI atas keputusan menteri Hukum dan HAM (menkumham). Sehingga, surat keputusan menkumham No AHU-30.AHA.01.08.2017 tentang pencabutan status badan hukum HTI tetap berlaku.

Siddik mengatakan, langkah pembubaran HTI tersebut dikhawatirkan bisa menimbulkan ekses-ekses dan melahirkan radikalisme di kalangan anak muda. Ia mengkhawatirkan jika dengan langkah pemerintah itu, ada pihak yang bertindak di luar jalur atau berbuat sesuatu yang tidak dikehendaki. Sebab, mereka merasa tidak diperhatikan atau tidak dilayani negara dengan baik.

Siddik juga mengatakan, ia tidak sepakat dengan cara pemerintah mengeluarkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perppu) tentang Organisasi Masyarakat (Ormas). Sebab, menurut dia, pemerintah semestinya melakukan pemanggilan dan pembinaan terlebih dahulu terhadap ormas yang dianggap salah, bukannya langsung membubarkannya. Kalaupun tidak sepaham, pemerintah menurut dia bisa memberi ormas bersangkutan persyaratan agar mereka bisa terus menjalankan organisasinya.

Apalagi, kata dia, undang-undang menghendaki pembubaran organisasi jika dalam keadaan genting. Sementara itu, saat ini, ia menilai tidak ada keadaan genting yang membuat pemerintah harus membubarkan HTI.

Menurut dia, pemerintah tidak bisa begitu saja membubarkan sebuah ormas. Siddik membandingkannya dengan pada masa orde baru yang juga tidak sembarang membubarkan organisasi.

Selama ini, ia menilai HTI tidak pernah bertindak kasar dan kerap menyampaikan pendapat mereka dengan cara santun. Saat melangsungkan demo pun, menurut dia, HTI selalu rapi dan terbit serta tidak melakukan pengerusakan.

HTI memiliki anggota yang banyak dan tersebar di seluruh Indonesia. Dalam pandangan Siddik, para anggota HTI juga berlaku tertib dan taat undang-undang. Apalagi, banyak anggota HTI yang merupakan kalangan akademisi dan dokter.

Dalam hal ini, Siddik mengatakan, semua ormas tidak mesti memiliki pemahaman yang sama dengan pemerintah. Sebab, menurut dia, Indonesia merupakan negara demokrasi dan kebersamaan di dalam masyarakat merupakan bentuk dari Bhinneka Tunggal Ika.

"Saya menyesalkan cara pemerintah. Perppu Ormas tidak bisa begitu saja membubarkan suatu organisasi, selama organisasi tersebut tidak membuat makar ataupun kekerasan," katanya menambahkan.

Dalam gugatannya, HTI meminta agar SK Nomor AHU-30.A.01.08 Tahun 2017 tentang pencabutan status hukum ormas tersebut dibatalkan. Direktorat Jenderal Administrasi Hukum Umum Kemenkumham sebelumnya mencabut status badan hukum HTI. Pencabutan dilakukan sebagai tindak lanjut Perppu Nomor 2 Tahun 2017 yang mengubah UU Nomor 17 Tahun 2013 tentang Ormas. Pemerintah menerbitkan perppu tentang ormas tersebut setelah mereka mengumumkan upaya pembubaran HTI yang dianggap anti-Pancasila.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement